Ibnu Abbas, berkata, Maksud Hadist: “Aku
dengar Rasulullah SAW bersabda: “Awalnya orang yang meninggalkan solat itu,
bukanlah dia termasuk golongan Islam. Allah tidak terima tauhid dan imannya dan
tidak ada faedah shodakah, puasa dan syahadatnya”. Alhadist.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj
Rasulullah SAW, bukan saja diperlihatkan tentang balasan orang yang beramal
baik, tetapi juga diperlihatkan balasan orang yang berbuat mungkar, diantaranya
siksaan bagi yang meninggalkan Sholat fardhu.
Mengenai balasan orang yang
meninggalkan Sholat Fardu: “Rasulullah SAW, diperlihatkan
pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka
pada batu, Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia
kembali kepada keadaan semula dan mereka tidak terus berhenti melakukannya.
Lalu Rasulullah bertanya: “Siapakah ini wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka
ini orang yang berat kepalanya untuk menunaikan Sholat fardhu”.
(Riwayat Tabrani).
Orang yang meninggalkan Sholat akan
dimasukkan ke dalam Neraka Saqor. Maksud Firman Allah Ta’ala: “..Setelah melihat
orang-orang yang bersalah itu, mereka berkata: “Apakah yang menyebabkan kamu
masuk ke dalam Neraka Saqor ?”. Orang-orang yang bersalah itu menjawab: “kami
termasuk dalam kumpulan orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat”
Saad bin Abi Waqas bertanya kepada
Rasulullah SAW mengenai orang yang melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW,
“yaitu mengakhirkan waktu Sholat dari waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat
lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan melewatkan waktu Sholat, maka mereka
diancam dengan Neraka Wail”.
Ibn Abbas dan Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu
orang yang melengah-lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu Sholat
lain, maka bagi pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka
Neraka Jahannam tempat kembalinya”.
Maksud Hadist: “Siapa meninggalkan sholat
dengan sengaja, maka sesungguhnya dia telah kafir dengan nyata”.
Berdasarkan hadist ini, Sebagaian
besar ulama (termasuk Imam Syafi’i) berfatwa: Tidak wajib memandikan,
mengkafankan dan mensholatkan jenazah seseorang yang meninggal dunia dan
mengaku Islam, tetapi tidak pernah mengerjakan sholat. Bahkan, ada yang
mengatakan haram mensholatkanya.
Siksa Neraka Sangat Mengerikan
Mereka yang meninggalkan sholat
akan menerima siksa di dunia dan di alam kubur yang terdiri dari tiga siksaan.
Tiga jenis siksa di dalam kubur yaitu:
1. Kuburnya akan berhimpit-himpit serapat mungkin sehingga meremukkan
tulang-tulang dada.
2. Dinyalakan api di dalam kuburnya dan api itu akan membelit dan membakar
tubuhnya siang dan malam tiada henti-henti.
3.Akan muncul seekor ular yang bernama “Sujaul Aqra” Ia akan berkata,
kepada si mati dengan suaranya bagai halilintar: “Aku disuruh oleh Allah
memukulmu sebab meninggalkan sholat dari Subuh hingga Dhuhur, kemudian dari
Dhuhur ke Asar, dari Asar ke Maghrib dan dari Maghrib ke Isya’ hingga Subuh”. Ia
dipukul dari waktu Subuh hingga naik matahari, kemudian dipukul dan dibenturkan
hingga terjungkal ke perut bumi karena meninggalkan Sholat Dhuhur. Kemudian
dipukul lagi karena meninggalkan Sholat Asar, begitulah seterusnya dari Asar ke
Maghrib, dari Maghrib ke waktu Isya’ hingga ke waktu Subuh lagi. Demikianlah
seterusnya siksaan oleh “Sajaul Aqra” hingga hari Qiamat.
Didalam Neraka Jahanam terdapat
wadi (lembah) yang didalamnya terdapat ular-ular berukuran sebesar tengkuk unta
dan panjangnya sebulan perjalanan. Kerjanya tiada lain kecuali menggigit
orang-orang yang tidak mengerjakan Sholat semasa hidup mereka. Bisa ular itu
juga menggelegak di di badan mereka selama 70 tahun sehingga hancur seluruh
daging badan mereka. Kemudian tubuh kembali pulih, lalu digigit lagi dan
begitulah seterusnya.
Maksud Hadist: “orang yang meninggalkan
sholat, akan Allah hantarkan kepadanya seekor ular besar bernama “Suja’ul
Akra”, yang matanya memancarkan api, mempunyai tangan dan berkuku besi, dengan
membawa alat pemukul dari besi berat”.
Siapakah orang yang sombong?
Orang yang sombong adalah orang
yang diberi penghidupan tapi tidak mau sujud pada yang menjadikan kehidupan itu
yaitu, Allah Rabbul Alaamin, Tuhan sekalian alam. Maka bertasbihlah segala apa
yang ada di bumi dan di langit pada TuhanNya kecuali Iblis dan manusia yang
sombong diri.
Siapakah orang yang telah mati hatinya?
Orang yang telah mati hatinya
adalah orang yang diberi petunjuk melalui ayat-ayat Qur’an, Hadits dan
cerita-cerita kebaikan namun merasa tidak ada kesan apa-apa di dalam jiwa untuk
bertaubat.
Siapakah orang dungu kepala otaknya?
Orang yang dungu kepala otaknya
adalah orang yang tidak mau melakukan ibadah tapi menyangka bahwa Allah tidak
akan menyiksanya dengan kelalaiannya itu dan sering merasa tenang dengan
kemaksiatannya.
Siapakah orang yang bodoh?
Orang yang bodoh adalah orang yang
bersungguh-sungguh berusaha sekuat tenaga untuk dunianya sedangkan akhiratnya
diabaikan.
Bahaya Meninggalkan Sholat
Barang siapa yang (sengaja)
meninggalkan solat fardhu lima waktu:
Subuh –Allah Ta’ala akan
menenggelamkannya kedalam neraka Jahannam selama 60 tahun hitungan akhirat. (1
tahun diakhirat=1000 tahun didunia=60,000 tahun).
Dhuhur -Dosa sama seperti
membunuh 1000 orang muslim.
Asar -Dosa seperti
menghacurkan Ka’bah.
Maghrib -Dosa seperti berzina
dengan ibu-bapak sendiri.
Isya’ -Allah Ta’ala akan
berseru kepada mereka: “Hai orang yang meninggalkan sholat Isya’, bahwa Aku
tidak lagi ridha’ engkau tinggal dibumiKu dan menggunakan nikmat-nikmatKu,
segala yang digunakan dan dikerjakan adalah berdosa kepada Allah Ta’ala”.
Maksud Firman Allah Ta’ala: “Mereka
yang menyia-nyiakan solat dan mengikuti hawa nafsu kepada kejahatan, maka
tetaplah mereka jatuh ke dalam satu telaga api neraka.” (Maryam : 59).
Kehinaan bagi yang meninggalkan
sholat:
Di dunia
A.Allah Ta’ala menghilangkan berkat
dari usaha dan rezekinya.
B.Allah Ta’ala mencabut nur
orang-orang mukmin (sholeh) dari pada (wajah) nya.
c.ia akan dibenci oleh orang-orang yang
beriman.
Ketika Sakaratul Maut
a.Ruh dicabut ketika ia berada
didalam keadaan yang sangat haus.
b.Dia akan merasa amat azab/pedih
ketika ruh dicabut keluar.
c.Dia akan Mati Buruk (su’ul
khatimah)
d.ia akan dirisaukan dan akan
hilang imannya.
Ketika di Alam Barzakh
A.ia akan merasa susah (untuk
menjawab) terhadap pertanyaan (serta menerima hukuman) dari Malaikat Mungkar
dan Nakir yang sangat menakutkan.
B.Kuburnya akan menjadi sangat
gelap.
C.Kuburnya akan menghimpit sehingga
semua tulang-tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
D.Siksaan oleh binatang-binatang
berbisa seperti ular, kala jengking dan lipan.
Malaikat Jibril as, telah menemui
Nabi Muhammad SAW, dan berkata:
“Ya Muhammad.. Tidaklah diterima bagi orang
yang meninggalkan sholat yaitu: Puasanya, Shodaqahnya, Zakatnya, Hajinya dan
Amal baiknya”.
Orang yang
meninggalkan Sholat akan diturunkan kepadanya tiap-tiap hari dan malam seribu
laknat dan seribu murka. Begitu juga Para Malaikat di langit ke-7 akan
melaknatnya.
Ya
Muhammad..! Orang yang meninggalkan Sholat tidak akan mendapat syafa’atmu dan
ia tidak tergolong dari umatmu.. Tidak boleh diziarahi ketika ia sakit, tidak
boleh mengiringi jenazahnya, tidak boleh beri salam pada nya, tidak boleh makan
minum dengan nya, tidak boleh bersahabat dengannya, tidak boleh duduk
besertanya, tidak ada Agama baginya, tidak ada kepercayaan bagi nya, tidak ada
baginya Rahmat Allah dan ia dikumpulkan bersama dengan orang Munafiqiin pada
lapisan Neraka yang paling bawah (diazab dengan amat dahsyat..).
Sabda Nabi Muhammad SAW, Maksud
Hadist: “Perjanjian
(perbedaan) diantara kita (orang islam) dengan mereka (orang kafir) ialah
Sholat, dan barangsiapa meninggalkan Sholat sesungguhnya ia telah menjadi
seorang kafir”. (Tirmizi).
Wahai Saudaraku Ummat Islam, mari
kita merenung sejenak tentang ancaman azab bagi yang meninggalkan sholat
Fardhu. Apa guna kita hidup di dunia sekalipun berlimpah harta jika kita
termasuk golongan orang-orang yang (kafir) meninggalkan sholat..?, barang siapa
meninggalkan Sholat, maka ia telah menjadi kafir dengan nyata…! Orang yang
meninggalkan sholat, ia wajib menerima azab Allah Ta’ala..! Orang yang
meninggalkan sholat, tidak akan mendapat Syafa’at Nabi Muhammad SAW, karena
mereka telah menjadi kafir dan orang kafir tidak berhak mendapat Syafa’at Nabi
Muhammad SAW. Ancaman Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang meninggalkan
sholat bukan sekedar gertakan belaka. Sungguh ancaman Allah Ta’ala akan
terbukti kelak di akhirat. “…sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji”.
Para pembaca yang semoga selalu
dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua pasti tahu bahwa shalat adalah perkara
yang amat penting. Bahkan shalat termasuk salah satu rukun Islam yang utama
yang bisa membuat bangunan Islam tegak. Namun, realita yang ada di tengah umat
ini sungguh sangat berbeda. Kalau kita melirik sekeliling kita, ada saja orang
yang dalam KTP-nya mengaku Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu
ini. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat sekali
sehari, itu pun kalau ingat. Mungkin ada pula yang hanya melaksanakan shalat
sekali dalam seminggu yaitu shalat Jum’at. Yang lebih parah lagi, tidak sedikit
yang hanya ingat dan melaksanakan shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika
Idul Fithri dan Idul Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan
kondisi umat saat ini. Banyak yang mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya
semacam ini. Oleh karena itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan
mengangkat pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat. Semoga Allah
memudahkannya dan memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini.
Para ulama
sepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar yang lebih besar dari
dosa besar lainnya
Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah-
mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu
dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari
dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman
keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah
serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al
Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah
kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar
waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al
Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah-
juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya
termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan
-yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri.
Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena
itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar
sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk
orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al
Kaba’ir, hal. 26-27)
Apakah
orang yang meninggalkan shalat, kafir alias bukan muslim?
Dalam point sebelumnya telah
dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar
bahkan lebih besar dari dosa berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih
pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah
orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?
Asy Syaukani -rahimahullah-
mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang
kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Namun
apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu
itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka
dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).
Mengenai meninggalkan shalat karena
malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara
para ulama mengenai hal ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad
(keluar dari Islam). Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair,
‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani,
‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama
Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i
(sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob (sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu
Hurairah, dan sahabat lainnya.
Pendapat kedua mengatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi
kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam
Ahmad.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa
orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat
dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah
pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)
Jadi, intinya ada perbedaan pendapat
dalam masalah ini di antara para ulama termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana
hukum meninggalkan shalat menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak
pembahasan selanjutnya.
Pembicaraan
orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an
Banyak ayat yang membicarakan hal
ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ
أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang
bertaubat, beriman dan beramal saleh.”
(QS. Maryam: 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma
mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang
makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah,
hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan
tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan
shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan
shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di
neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini
(ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang
muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah
telah mengatakan,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ
صَالِحًا
“kecuali orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh.” Maka
seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak dimintai
taubat untuk beriman.
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala
berfirman,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا
الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu
seagama.” (QS. At Taubah [9]: 11). Dalam ayat
ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat.
Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya
orang yang meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al
Hujurat [49]: 10)
Pembicaraan
orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits
Terdapat beberapa hadits yang
membicarakan masalah ini.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ
وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim
dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu
-bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ
وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah Antara seorang hamba dengan
kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia
melakukan kesyirikan.” (HR. Ath
Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih.
Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ
وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti (pokok) segala perkara adalah
Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini,
dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang)
yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya
tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.
Para
sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir
Umar mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ
الصَّلاَةَ
“Tidaklah disebut muslim bagi orang
yang meninggalkan shalat.”
Dari jalan yang lain, Umar berkata,
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ
تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak ada bagian dalam Islam bagi
orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga
diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman.
Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu
‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul
Gholil no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang
sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh
karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat
adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.
Mayoritas sahabat Nabi menganggap
bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana
dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله
عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ
الصَّلاَةِ
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila
ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh
At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim
mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di
dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar
Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Dari pembahasan terakhir ini
terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan perkataan sahabat bahkan ini adalah
ijma’ (kesepakatan) mereka menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat
dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat
dari pendapat para ulama yang ada.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Tidakkah
seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan
shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al
Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah
yang dapat memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)
Berbagai
kasus orang yang meninggalkan shalat
[Kasus
Pertama] Kasus ini adalah meninggalkan
shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian
orang, “Sholat oleh, ora sholat oleh.” [Kalau mau shalat boleh-boleh
saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka
mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada
perselisihan di antara para ulama.
[Kasus
Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan
shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan
ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini
berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam
Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.
[Kasus
Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan
kaum muslimin yaitu tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat
dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak
pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu
hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali
ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat
dari keadaan akhir hidupnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
mengatakan, “Jika seorang hamba melakukan sebagian perintah dan meninggalkan
sebagian, maka baginya keimanan sesuai dengan perintah yang dilakukannya. Iman
itu bertambah dan berkurang. Dan bisa jadi pada seorang hamba ada iman dan
nifak sekaligus. …Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di
banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Dan mereka tidak
meninggalkan secara total. Mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya.
Orang-orang semacam ini ada pada diri mereka iman dan nifak sekaligus. Berlaku
bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah warisan dan
semacamnya. Hukum ini (warisan) bisa berlaku bagi orang munafik tulen. Maka
lebih pantas lagi berlaku bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.” (Majmu’
Al Fatawa, 7/617)
[Kasus
Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang
meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat
orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil
(bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya
yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[Kasus
Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang
mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam
melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam
ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela
sebagaimana Allah berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ
هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107]: 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi
‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, 189-190)
Penutup
Sudah sepatutnya kita menjaga shalat
lima waktu. Barangsiapa yang selalu menjaganya, berarti telah menjaga agamanya.
Barangsiapa yang sering menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih
disia-siakan lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob
–radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara
terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia
telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan
lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang
yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad –rahimahullah-
juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara
shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam
sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang
dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan
shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah
engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar
Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash
Sholah, hal. 12)
Oleh karena itu, seseorang bukanlah
hanya meyakini (membenarkan) bahwa shalat lima waktu itu wajib. Namun haruslah
disertai dengan melaksanakannya (inqiyad). Karena iman bukanlah hanya dengan
tashdiq (membenarkan), namun harus pula disertai dengan inqiyad
(melaksanakannya dengan anggota badan).
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman
adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan
(meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah
membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan
orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka
meyakini hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka
semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).”
Al Hasan mengatakan, “Iman bukanlah
hanya dengan angan-angan (tanpa ada amalan). Namun iman adalah sesuatu yang
menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.” (Lihat Ash Sholah,
35-36).
Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita
dapat mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya
meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa
sallam.