Dahulu kala, di tanah Jawa, Kerajaan Demak Bintoro, saat
itu berkuasalah Raden Patah atau dikenal juga sebagai Jin Bun, dimana sang raja
merupakan keturunan Raja Majapahit Brawijaya V. Dikisahkan secara turun
temurun, Raden Patah meruntuhkan kekuasaan Majapahit, kemudian mendirikan
kerajaan Demak Bintoro. Kemasyuran nama Wali Songo dianggap sebagai penopang
kekuasaan Demak Bintoro. Hingga akhirnya, kelanggengan ajaran-ajaran para sunan
terusik oleh kearifan Syekh Siti Jenar dalam memahami islam. Maka, dari sinilah
semuanya berkisah.
Dikisahkan oleh para pengikut setia Wali Songo, bahwa
Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang dari pemahaman islam yang hakiki sejak ia
menyebarkan istilah “manunggaling kawulo lan Gusti” yaitu, “bersatunya manusia
dengan Allah”. Pada zaman itu, pemahaman Syekh Siti Jenar bertolak belakang
dengan ajaran Wali Songo, dimana para sunan mengajarkan bahwa Allah adalah zat
Maha Hakiki dan Maha Murni, yang tidak dapat disamakan bahkan dibaurkan dengan
zat lainnya. Wali Songo menganggap bahwa, ini bukan pertama kalinya Syekh Siti
Jenar menyebarkan dakwah sesat.
Pernah suatu hari, dalam dakwah sang syekh, ia
mengatakan bahwa, “semua manusia yang hidup di bumi ini adalah mayat. Semua hal
yang dilakukan di bumi Allah ini adalah kesia-siaan belaka, karena kehidupan
yang sesungguhnya dimulai setelah manusia tersebut menghadap kepada Allah.”
Akibat pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut, kerajaan
Demak Bintoro sempat digegerkan oleh meningkatnya maksiat. Syekh Siti Jenar pun
mengutus salah satu muridnya untuk memanggil para pelaku maksiat tersebut.
Ditanyainya satu per satu tentang alasan mereka membunuh, merampok, memperkosa,
dan melakukan kemaksiatan lainnya.
Jelaslah sekarang, bahwa mereka melakukan hal tersebut
semata-mata karena baik dosa maupun pahala di dunia ini adalah tidak bernilai.
Dengan lembut dan penuh ketegasan Syekh Siti Jenar menuturkan pemahaman
sebenarnya pada dakwah tempo hari. Dikatakannya, “kita semua ini memanglah
mayat, dan kehidupan yang hakiki bermula setelah Sang Kholik mengambil kembali
ruh kita. Namun, kita perlu membawa bekal untuk hidup di sana. Bekal tersebut
adalah amal dan ibadah.” Dilanjutkannya lagi, “Maka beribadahlah kalian dengan
khidmat, semata-mata karena kecintaanmu kepada Sang Kholik.”
Semenjak Syekh Siti Jenar meluruskan pemahaman para
pengikutnya yang keliru tersebut, maka keteraturan di kerajaan Demak Bintoro
pun mulai kembali. Akan tetapi, kecemasan para sunan semakin bertambah tatkala
melihat padepokan Syekh Siti Jenar semakin ramai. Mereka tidak hanya kuatir
terjadinya penyimpangan ilmu agama akibat sang syekh, melainkan juga kuatir
akan terjadi perpecahan antar sesama umat islam.
Para sunan pun mendiskusikan cara menghentikan
penyebarluasan ajaran Syekh Siti Jenar. Timbullah ide untuk melibatkan
kekuasaan Raden Patah. Wali Songo menghadap sang Raja Demak Bintoro, “wahai
pemegang tahta kerajaan Demak Bintoro, Raden Patah. Sudah sampaikah ketelinga
anda kisah Syekh Siti Jenar yang sesat dan dapat membahayakan keselamatan
kerajaan Demak Bintoro, berserta rakyatnya?”
Wali Songo mulai menuturkan kisah penyebaran ajaran
Syekh Siti Jenar. Akibatnya, Raden Patah jadi tergelitik hatinya untuk bertemu
dengan Syekh Siti Jenar dan menyetujui usulan untuk merobohkan padepokan Syekh
Siti Jenar hingga ke titik nadir. Maka, diutuslah Syekh Dumbo dan Pangeran
Bayat untuk membawa Syekh Siti Jenar menghadap Raden Patah. Tapi, ia menolak
permintaan sang raja.
Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat pun pulang tanpa Syekh
Siti Jenar. Hal ini membuat Syekh Maulana Maghribi mengutus lima wali terkuat
yaitu, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Geseng, dan Pangeran
Modang, untuk membawa Syekh Siti Jenar ke istana Demak Bintoro baik hidup maupun
mati. Dan, berangkatlah ke lima wali tersebut menemui Syekh Siti Jenar di
padepokannya.
Sesampainya di sana, para wali meminta sang syekh untuk
menghadap Raden Patah. Dan lagi-lagi, Syekh Siti Jenar bersikukuh pada
pendiriannya.
“Kalau begitu,” ujar Sunan Kalijaga, “aku terpaksa
membawamu dengan tanganku sendiri.”
“Silakan,” Syekh Siti Jenar tersenyum ke arah Sunan
Kalijaga, “cobalah semampumu.”
Dimulailah pertarungan ilmu kanuragan Sunan Kalijaga
melawan Syekh Siti Jenar. Dan hasilnya, Sunan Kalijaga, yang saat itu merupakan
sunan tersakti dan memiliki keilmuan tertinggi di antara jajaran para wali,
tidak dapat mengalahkan Syekh Siti Jenar. Ia pun mengakui, “aku sudah tidak
sanggup melanjutkan pertarungan ini denganmu, kemampuanmu berada lima tingkat
di atasku. Jika pertarungan ini tetap dilanjutkan, maka aku akan mati di
padepokanmu ini.”
“Sudah.” Syekh Siti Jenar pun berdiri dari tempatnya
bersila, “tidak perlu ada pertumpahan darah. Sesungguhnya, kematian tidaklah
semenyakitkan seperti apa yang semua orang duga selama ini.” Syekh Siti Jenar
berjalan mendekati Sunan Kalijaga, “aku tidak akan menghadap Raden Patah, tapi
aku juga tidak akan membiarkan terjadi pertumpahan darah antar sesama umat
muslim.” Lanjutnya lagi, “biar aku tunjukkan kepadamu, kematian yang tidak
ubahnya seperti engkau beranjak tidur.”
Di hadapan ke lima wali dan ke empat muridnya, Syekh
Siti Jenar meletakkan satu jarinya di lekukan hidung dan di antara kedua mata,
dan satu jari lagi di tengkuk. Tidak sampai sekejab mata, tubuh Syekh Siti
Jenar ambruk dan meninggal dunia.
Tidak terbayang kesedihan ke empat murid Syekh Siti
Jenar saat itu, sehingga mereka pun mengikuti kepergian gurunya dengan cara
yang sama, seperti yang dilakukan Syekh Siti Jenar.
Ke lima wali tercengang atas tindakan bunuh diri yang
dilakukan Syekh Siti Jenar dan ke empat muridnya. Namun, mengingat perintah
Syekh Maulana Maghribi untuk membawa Syekh Siti Jenar ke Istana Demak Bintoro,
maka ke lima wali menopang jasad sang syekh beserta ke empat muridnya tersebut.
Sesampainya di sana, Wali Songo berembuk, “mau diapakan
jasad mereka sekarang?”
“Ya sudah, kita pikirkan saja nanti.” Ujar salah satu
wali, “lebih baik sekarang kita solati dulu mereka sesuai tata cara islam.”
Jasad Syekh Siti Jenar dan ke empat muridnya dimandikan,
kemudian disolatkan sesuai tata cara islam. Setelahnya, para wali kembali
berunding, hingga muncullah ide dari salah satu sunan untuk menggantung mayat
Syekh Siti Jenar di alun-alun kota, agar para pengikut ajaran sang syekh
kembali ke ajaran Wali Songo.
Namun, tatkala malam tiba, terciumlah harum kesturi dari
jasad Syekh Siti Jenar. Maka terkagumlah semua orang yang ada di ruangan
tersebut, termasuk Wali Songo. Jasad sang syekh pun berkilauan bagai pualam.
“Kalau bukan karena umat Allah yang sepanjang hidup
diridhai dan dicintai oleh-Nya, jasadnya tidak akan seharum dan semenakjubkan
ini.”
Semakin cemaslah Wali Songo atas peristiwa tersebut.
Jika kabar ini sampai tersiar ke telinga pada penganut ajaran Syekh Siti Jenar,
maka semakin kuatlah keyakinan mereka dan itu pula artinya, penganut ajaran
Syekh Siti Jenar akan terus bertambah.
Entah ide dari mana, salah satu orang di ruangan itu
mengusulkan untuk menukar jasad Syekh Siti Jenar yang akan digantung di
alun-alun kota dengan mayat anjing yang paling kudisan, paling kurus, serta
paling buruk hidup dan matinya, sedangkan jasad Syekh Siti Jenar dikuburkan di
bawah mimbar Mesjid Demak.
Keesokan harinya, masyarakat kerajaan Demak Bintoro
berkumpul di alun-alun, menyaksikan mayat anjing tergantung di pohon beringin
besar dengan papan bergantung di leher, bertuliskan:
“Inilah jasad Syekh Siti Jenar, yang menyimpang dari
ajaran Allah.“
Maka, demikianlah kisah Syekh Siti Jenar sesuai buku
“Serat Syekh Siti Jenar” yang bertajuk “Islam Jawa”.
Kalau kita berbicara syekh siti jenar
maka maka pikiran kita pasti akan ingat pada salah satu ajarannya yaitu
Manunggaling kawulo gusti.Sebagai salah satu orang yang pernah belajar ilmu
kejawen Mas Say Laros tidak akan pernah lupa dengan tokoh sentral yang satu ini
karena memang dalam setiap wejangan kejawen ajaran-ajaran kanjeng syekh siti
jenar selalu tidak pernah dilupakan.
Sebenarnya siapa sich tokoh syekh siti jenar itu?Menurut sejarah syekh siti jenar yang lahir sekitar tahun 829 H/1426 Masehi ini memiliki nama kecil yaitu San Ali,beliau adalah anak dari Syekh Datuk Shaleh seorang ulama malaka yang pindah ke cirebon karena adanya ancaman politik dikesultanan malaka pada saat itu sekitar tahun 1424 M yaitu tepatnya pada masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah.
Dalam literatur sejarah Syekh siti jenar pernah merantau mencari ilmu ke Baghdad, Irak (kira-kira abad 15 – 16 M – itu masa hidupnya).Pada saat di Baghdad dia diajar oleh seorang kakek yang menurut riwayat ajarannya lebih mementingkan dzikir dari pada sholat. Hal itu adalah faktor yang menyebabkannya pemikirannya dianggap sedikit melenceng dari ajaran-ajaran islam pada saat itu.
Pada suatu hari kanjeng syekh berada dikamar pribadinya,Nach ada salah seorang murid utusan para wali datang menemui syekh,Murid tersebut mengetuk pintu dan berkata ‘’Apakah syekh siti jenar ada?’’Syekh siti jenar menjawab enteng ‘’Tidak ada,yang ada hanya gusti Allah’’.Murid utusan itu semakin bingung lalu dia pergi menemui para wali,dan para wali menyuruhnya kembali lagi ke kamar Syekh Siti Jenar dan mengganti nama syekh dengan gusti, lalu dia pun pergi dan kembali memanggil Syekh Siti Jenar, dia berkata “Apakah gusti ada?” Syekh menjawad “ tidak ada gusti yang ada hanya Syekh Siti Jenar” jawabnya dengan nada rendah. Murid menjadi lenbih bingung dan dia mengadukan apa yang dia dengar kepada para wali.
Setelah itu Syekh Maulana Maghribi menuduh Syekh Siti Jenar bahwa dia mengaku sebagai Allah. Atas tuduhan itu, karena itu Sunan Kalijogo menanyakan apakah benar tuduhan tersebut, beliau mengakuinya benar adanya, maka dewan wali dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi syekh siti jenar, dan Sekh Siti Jenar menerima putusan tersebut agar segera dilaksanakan, dan yang harus melaksanakan keputusan tersebut yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Nach,Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka dihalaman masjid Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sebagai berikut:
Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar suara yang sangat keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar, lalu para Wali saling tersenyum, sambil berkata, “Masa ada ALLAH seperti besi ?”
Syekh Siti Jenar menjawab, “Coba, tusuklah sekali lagi,”
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada ujud jasadnya.
Para Wali berkata kembali, “Masa matinya ALLAH seperti syaitan?”
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi, sambil berkata, “ Coba tusuk sekali lagi?”Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para Wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti kambing?Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka dan berkata, “Coba tusuk sekali lagi?”
Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar rebah, mati dan dari lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti cacing!”, karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, “ Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan anda?”dan dijawab oleh seluruh Wali,” Biasa!”, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul Kamil”
Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati.
Nach Dari cerita diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa cerita ditekankan pada Syekh Siti Jenar yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dalam hal ini Syekh Siti Jenar terlihat Seperti Al Hallaj dari irak, yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah.
Dalam “Manunggaling Kawula Gusti ” ajaran Syekh Siti Jenar, dituliskan syair yang berbunyi:
Aku ini adalah diriMu
Jiwa ini adalah jiwaMu
Rindu ini adalah rinduMu
Darah ini adalah darahMu
Bagian manakah dari dirimu yang bukan dariNya?
Tapi jangan kotori Nur Ilahi dengan bejatnya nafsumu
Karna itu sucikanlah,
dan tegapkan langkah,
untuk menuju status,
Manunggaling Kawula Gusti
Syair itu agak mirip dengan akhiran Surah Qaf ayat 16: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Mungkin itu yang menyebabkan Syekh Siti Jenar beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, secara harfiyah hal itu terlihat sesat, karena dia beranggapan sebagai Allah, tapi jika dikaji lebih dalam maksudnya adalah bahwa dalam dirinya ada bagian dari Allah, dalam hatinya, dalam inti hati kecilnya yaitu firmanNYA.
Dalam hati terdapat firman Allah, hal itu bisa dibuktikan dengan teori sains terbaru yang diutarakan Stephen Wolfram dalam bukunya “New Kind Of Science” yang walaupun tidak membahas tentang firman Allah, namun dalam buku itu dikatakan bahwa segala benda berasal dari kumpulan kata-kata, jadi mungkin maksud bahwa aku adalah Allah adalah dalam hatiku ada Allah.
Maksud dari kata-kata ‘dalam hatiku ada Allah’ ada dua, yaitu:
Dalam hatiku ada Allah, Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa dalam hati manusia ada firman Allah.
Dalam hatiku ada Allah, bahwa dia selalu mengingat Allah swt dengan dzikir.
Jika dilihat dari arti terakhir surah Qaf ayat 16 dikatakan bahwa “Aku lebih dekat dari urat lehermu”, maksudnya adalah Allah Maha Mengetahui.Ajaran Syekh Siti Jenar bernama Manunggaling Kawula Gusti, menurut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. maksud dari Manunggaling Kaula Gusti adalah fana fillah yang artinya adalah ketaatan yang sempurna terhadap Allah SWT, hal itu dikatakan menurut surah an nisa ayat 69: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana kedekatan antara Syekh Siti Jenar dengan Allah swt, begitu dekatnya hingga yang dilakukannya hanya dzikir. Dalam cerita dikatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak melakukan ibadah sholat melainkan hanyalah dzikir, sebenarnya shalat merupakan bagian dari dzikir,sehingga tidak perlu mengatakan sholat jika sudah mengatakan dzikir, karena dalam dzikir sudah termasuk sholat.
Jika dilihat dari penjelasan pertama, kita bisa menyimpulkan cara mengajar Syekh Siti Jenar adalah langsung kepada intinya tanpa memberi tahu bagaimana cara kesimpulan itu bisa didapat. Cara itu tidaklah salah bagi orang yang sudah berilmu, tapi kurang tepat bagi orang yang awam terhadap agama, hal ini dapat menimbulkan kesalahan presepsi bagi para pengikutnya, mungkin hal itu yang menyebabkan para wali menjadi gusar, karena mereka takut akan terjadinya kesesatan, hal itu yang menyebabkan para wali berusaha membunuh paham yang salah, yang ditimbulkan dari kurang tepatnya Syekh Siti Jenar mengajar.
Jika diibaratkan Syekh Siti Jenar Seperti orang yang mengajarkan pelajaran SMA kepada anak SD, sehingga menimbulkan kemelencengan inti dari apa yang diutarakan oleh Syekh Siti Jenar itu sendiri. Hal ini berbanding lurus dengan arti nama Syekh Siti Jenar itu sendiri, yaitu:
Syekh: menurut bahasa, kata “syekh” adalah setiap orang yang sudah berumur lebih dari 40 tahun, itu dinamakan syekh baik orang itu mukmin atau orang itu kafir.
Menurut istilah, kata “syekh” adalah setiap orang yang mempunyai ilmu hakekat, walaupun orang itu berusia sebelum 40 tahun.
Siti: singkatan yaitu “isinya hati”. Tempatnya di dalam hati, bukan di bibir atau lisan.
Jenar : kuning. Kuning itu warna penyakit. Atau juga kebahagiaan, seperti dalam Al-Qu’an surat Al-Baqoroh ayat 69: “Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
Jadi Siti Jenar artinya, penyakit dalam hati, yang bisa diibaratkan lagi suatu yang buruk di tempat yang baik. Jika dibalikan akan menjadi hal yang baik di tempat yang buruk. Jika ditambah syekh yang di ibaratkan menjadi ilmu maka, syekh siti jenar berarti suatu ilmu yang tidak pada tempatnya.
Dalam Kitab Jamius Shaghir Bab huruf Tha hal 194 ada sebuah hadits yang bunyinya : Bersabda Rasulullah SAW : “Tiap-tiap orang muslim yang meletakkan ilmu bukan pada ahlinya laksana mengalungkan permata berlian dan mutiara serta emas di lehernya celeng.” (‘an Anas rowahu Ibnu Majjah).
Dalam cerita dikatakan bahwa ketika Syekh Siti Jenar akan dibunuh terjadi keanehan-keanehan seperti, badan seperti besi, menghilang, mati seperti kambing, mengucur darah putih, dan terakhir mati dan jasadnya berubah menjadi kuncup bunga mawar yang wangi. Hal-hal tersebut tidaklah masuk akal, tapi jika kita lihat dari penjelasan sebelumnya yang dimaksud dibunuh para wali bukanlah syekh siti jenar melainkan paham yang ada dimasyarakat yang ditimbulkan karena kesalahan mengajar syekh siti jenar, karena syekh siti jenar adalah penyebar dari paham itu, maka dia harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
Dalam cerita dikatakan bahwa dia mengakui bahwa dirinya adalah Allah, sehingga dia rela untuk diadili, itu berarti dia sudah mengalah untuk diadili dalam artian meluruskan paham sesuai situasi dan kondisi.Ketika dihukum mati Syekh Siti Jenar ditusuk, namun tusukan itu tidak menembus badannya karena badannya berubah menjadi keras seperti besi, itu berarti ketika diadili dia menolak dengan “keras” dalam artian apa yang diutarakan wali untuk menjatuhkannya dengan mudah ditangkis.
Menghilang, maksudnya adalah ketika dia tidak menghindar dari terkaan para wali melainkan menjawab dengan cara yang tidak bisa diduga. Mati seperti kambing karena dia mengalah seperti dalam cerita dia rela ditusuk yang maksudnya dia mengalah, tapi dia mengalah dengan cara yang hina seperti kematian seekor kembing.
Hal itu membuat para wali menjadi kecewa seperti yang dikatakan dalam cerita bahwa para wali mengejeknya, lalu dia menantang kembali para Wali agar mereka mau beradu argumen lagi, seperti dalam cerita dia hidup lagi dan berkata “ Coba tusuk sekali lagi?”. Mati dengan darah putih, maksudnya dia mengalah dengan cara yang aneh, karena jika dilihat, darah menyimbolkan najis, dan putih menyimbolkan suci, dan najis yang suci adalah hal yang aneh, dan tidak ada. Terakhir dia mati dengan jasad yang berubah menjadi kuncup bunga yang wangi, maksudnya dia mengalah dengan terhormat, seperti kuncup bunga bunga yang wangi. Kuncup bunga yang wangi bisa diartikan sebagai suatu awal dari kebaikan atau kebenaran.
Lalu dari penjelasn diatas apa hubungan antara penjelasan tadi dangan tema(ruh sejati muslim)? Kita lihat bagaimana Syekh Siti Jenar begitu dekat dengan Allah.Menurut penulis Syekh Siti Jenar sudah mendapatkan ruh sejati seorang muslim, sehingga penulis menulis makalah ini bertujuan memberikan contoh manusia yang sudah mencapai ruh sejati itu yaitu fana fillaah atau menurut Syekh Siti Jenar adalah manunggaling kawula gusti atau ada yang menyebutkan manunggaling kawula kalawan gusti, karena penulis rasa sudah banyak yang menerangkan tentang pengertian ruh sejati muslim, oleh sebab itu kita harus melihat bagaimana Syekh Siti Jenar mengikuti Rosululloh SAW dan menirunya, agar mendapat tingkatan spiritual tertinggi sepertinya(Rosululloh SAW) meskipun kita tidak bisa menyamainya.
Sebenarnya siapa sich tokoh syekh siti jenar itu?Menurut sejarah syekh siti jenar yang lahir sekitar tahun 829 H/1426 Masehi ini memiliki nama kecil yaitu San Ali,beliau adalah anak dari Syekh Datuk Shaleh seorang ulama malaka yang pindah ke cirebon karena adanya ancaman politik dikesultanan malaka pada saat itu sekitar tahun 1424 M yaitu tepatnya pada masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah.
Dalam literatur sejarah Syekh siti jenar pernah merantau mencari ilmu ke Baghdad, Irak (kira-kira abad 15 – 16 M – itu masa hidupnya).Pada saat di Baghdad dia diajar oleh seorang kakek yang menurut riwayat ajarannya lebih mementingkan dzikir dari pada sholat. Hal itu adalah faktor yang menyebabkannya pemikirannya dianggap sedikit melenceng dari ajaran-ajaran islam pada saat itu.
Pada suatu hari kanjeng syekh berada dikamar pribadinya,Nach ada salah seorang murid utusan para wali datang menemui syekh,Murid tersebut mengetuk pintu dan berkata ‘’Apakah syekh siti jenar ada?’’Syekh siti jenar menjawab enteng ‘’Tidak ada,yang ada hanya gusti Allah’’.Murid utusan itu semakin bingung lalu dia pergi menemui para wali,dan para wali menyuruhnya kembali lagi ke kamar Syekh Siti Jenar dan mengganti nama syekh dengan gusti, lalu dia pun pergi dan kembali memanggil Syekh Siti Jenar, dia berkata “Apakah gusti ada?” Syekh menjawad “ tidak ada gusti yang ada hanya Syekh Siti Jenar” jawabnya dengan nada rendah. Murid menjadi lenbih bingung dan dia mengadukan apa yang dia dengar kepada para wali.
Setelah itu Syekh Maulana Maghribi menuduh Syekh Siti Jenar bahwa dia mengaku sebagai Allah. Atas tuduhan itu, karena itu Sunan Kalijogo menanyakan apakah benar tuduhan tersebut, beliau mengakuinya benar adanya, maka dewan wali dalam sidangnya sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi syekh siti jenar, dan Sekh Siti Jenar menerima putusan tersebut agar segera dilaksanakan, dan yang harus melaksanakan keputusan tersebut yaitu Sunan Kudus dengan keris Ki Kantanaga yang diberikan oleh Sunan Gunung Jati.
Nach,Sebelum eksekusi berlangsung, terjadilah kejadian yang sangat mencengangkan masyarakat karena memang disaksikan secara terbuka dihalaman masjid Agung Cirebon, dan dialog tersebut diantaranya sebagai berikut:
Menempelnya keris Ki Kantanaga ke jasad Syekh Siti Jenar, terdengar suara yang sangat keras seperti beradunya kedua besi yang sangat besar, lalu para Wali saling tersenyum, sambil berkata, “Masa ada ALLAH seperti besi ?”
Syekh Siti Jenar menjawab, “Coba, tusuklah sekali lagi,”
Ketika tusukan kedua, Syekh Siti Jenar menghilang tidak ada ujud jasadnya.
Para Wali berkata kembali, “Masa matinya ALLAH seperti syaitan?”
Secepat kilat Syekh Siti Jenar menampakan diri lagi, sambil berkata, “ Coba tusuk sekali lagi?”Ketika tusukan ketiga, Syekh Siti Jenar membujur tergolek di lantai masjid, dari lukanya keluar darah merah, dan para Wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti kambing?Syekh Siti Jenar bangun hidup kembali tanpa luka dan berkata, “Coba tusuk sekali lagi?”
Kemudian pada tusukan keempat , Syekh Siti Jenar rebah, mati dan dari lukanya mengalir darah putih, seketika itu para wali berkata kembali,” Masa matinya ALLAH seperti cacing!”, karena berkali-kali tusukan selalu mati, hidup, mati, hidup, maka, Syekh Siti Jenar berkata, “ Lalu harus bagaimana mati saya menurut keinginan anda?”dan dijawab oleh seluruh Wali,” Biasa!”, seperti orang tidur badannya lemas, begitulah mati bagi seorang Insanul Kamil”
Sesudah itu ditusuklah jasadnya dan wafatlah Syekh Siti Jenar seperti umumnya manusia, jasadnya mengecil sebesar kuncup bunga melati dan baunya semerbak mewangi bau harumnya melati.
Nach Dari cerita diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa cerita ditekankan pada Syekh Siti Jenar yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, dalam hal ini Syekh Siti Jenar terlihat Seperti Al Hallaj dari irak, yang beranggapan bahwa dirinya adalah Allah.
Dalam “Manunggaling Kawula Gusti ” ajaran Syekh Siti Jenar, dituliskan syair yang berbunyi:
Aku ini adalah diriMu
Jiwa ini adalah jiwaMu
Rindu ini adalah rinduMu
Darah ini adalah darahMu
Bagian manakah dari dirimu yang bukan dariNya?
Tapi jangan kotori Nur Ilahi dengan bejatnya nafsumu
Karna itu sucikanlah,
dan tegapkan langkah,
untuk menuju status,
Manunggaling Kawula Gusti
Syair itu agak mirip dengan akhiran Surah Qaf ayat 16: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Mungkin itu yang menyebabkan Syekh Siti Jenar beranggapan bahwa dirinya adalah Allah, secara harfiyah hal itu terlihat sesat, karena dia beranggapan sebagai Allah, tapi jika dikaji lebih dalam maksudnya adalah bahwa dalam dirinya ada bagian dari Allah, dalam hatinya, dalam inti hati kecilnya yaitu firmanNYA.
Dalam hati terdapat firman Allah, hal itu bisa dibuktikan dengan teori sains terbaru yang diutarakan Stephen Wolfram dalam bukunya “New Kind Of Science” yang walaupun tidak membahas tentang firman Allah, namun dalam buku itu dikatakan bahwa segala benda berasal dari kumpulan kata-kata, jadi mungkin maksud bahwa aku adalah Allah adalah dalam hatiku ada Allah.
Maksud dari kata-kata ‘dalam hatiku ada Allah’ ada dua, yaitu:
Dalam hatiku ada Allah, Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa dalam hati manusia ada firman Allah.
Dalam hatiku ada Allah, bahwa dia selalu mengingat Allah swt dengan dzikir.
Jika dilihat dari arti terakhir surah Qaf ayat 16 dikatakan bahwa “Aku lebih dekat dari urat lehermu”, maksudnya adalah Allah Maha Mengetahui.Ajaran Syekh Siti Jenar bernama Manunggaling Kawula Gusti, menurut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. maksud dari Manunggaling Kaula Gusti adalah fana fillah yang artinya adalah ketaatan yang sempurna terhadap Allah SWT, hal itu dikatakan menurut surah an nisa ayat 69: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana kedekatan antara Syekh Siti Jenar dengan Allah swt, begitu dekatnya hingga yang dilakukannya hanya dzikir. Dalam cerita dikatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak melakukan ibadah sholat melainkan hanyalah dzikir, sebenarnya shalat merupakan bagian dari dzikir,sehingga tidak perlu mengatakan sholat jika sudah mengatakan dzikir, karena dalam dzikir sudah termasuk sholat.
Jika dilihat dari penjelasan pertama, kita bisa menyimpulkan cara mengajar Syekh Siti Jenar adalah langsung kepada intinya tanpa memberi tahu bagaimana cara kesimpulan itu bisa didapat. Cara itu tidaklah salah bagi orang yang sudah berilmu, tapi kurang tepat bagi orang yang awam terhadap agama, hal ini dapat menimbulkan kesalahan presepsi bagi para pengikutnya, mungkin hal itu yang menyebabkan para wali menjadi gusar, karena mereka takut akan terjadinya kesesatan, hal itu yang menyebabkan para wali berusaha membunuh paham yang salah, yang ditimbulkan dari kurang tepatnya Syekh Siti Jenar mengajar.
Jika diibaratkan Syekh Siti Jenar Seperti orang yang mengajarkan pelajaran SMA kepada anak SD, sehingga menimbulkan kemelencengan inti dari apa yang diutarakan oleh Syekh Siti Jenar itu sendiri. Hal ini berbanding lurus dengan arti nama Syekh Siti Jenar itu sendiri, yaitu:
Syekh: menurut bahasa, kata “syekh” adalah setiap orang yang sudah berumur lebih dari 40 tahun, itu dinamakan syekh baik orang itu mukmin atau orang itu kafir.
Menurut istilah, kata “syekh” adalah setiap orang yang mempunyai ilmu hakekat, walaupun orang itu berusia sebelum 40 tahun.
Siti: singkatan yaitu “isinya hati”. Tempatnya di dalam hati, bukan di bibir atau lisan.
Jenar : kuning. Kuning itu warna penyakit. Atau juga kebahagiaan, seperti dalam Al-Qu’an surat Al-Baqoroh ayat 69: “Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.”
Jadi Siti Jenar artinya, penyakit dalam hati, yang bisa diibaratkan lagi suatu yang buruk di tempat yang baik. Jika dibalikan akan menjadi hal yang baik di tempat yang buruk. Jika ditambah syekh yang di ibaratkan menjadi ilmu maka, syekh siti jenar berarti suatu ilmu yang tidak pada tempatnya.
Dalam Kitab Jamius Shaghir Bab huruf Tha hal 194 ada sebuah hadits yang bunyinya : Bersabda Rasulullah SAW : “Tiap-tiap orang muslim yang meletakkan ilmu bukan pada ahlinya laksana mengalungkan permata berlian dan mutiara serta emas di lehernya celeng.” (‘an Anas rowahu Ibnu Majjah).
Dalam cerita dikatakan bahwa ketika Syekh Siti Jenar akan dibunuh terjadi keanehan-keanehan seperti, badan seperti besi, menghilang, mati seperti kambing, mengucur darah putih, dan terakhir mati dan jasadnya berubah menjadi kuncup bunga mawar yang wangi. Hal-hal tersebut tidaklah masuk akal, tapi jika kita lihat dari penjelasan sebelumnya yang dimaksud dibunuh para wali bukanlah syekh siti jenar melainkan paham yang ada dimasyarakat yang ditimbulkan karena kesalahan mengajar syekh siti jenar, karena syekh siti jenar adalah penyebar dari paham itu, maka dia harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
Dalam cerita dikatakan bahwa dia mengakui bahwa dirinya adalah Allah, sehingga dia rela untuk diadili, itu berarti dia sudah mengalah untuk diadili dalam artian meluruskan paham sesuai situasi dan kondisi.Ketika dihukum mati Syekh Siti Jenar ditusuk, namun tusukan itu tidak menembus badannya karena badannya berubah menjadi keras seperti besi, itu berarti ketika diadili dia menolak dengan “keras” dalam artian apa yang diutarakan wali untuk menjatuhkannya dengan mudah ditangkis.
Menghilang, maksudnya adalah ketika dia tidak menghindar dari terkaan para wali melainkan menjawab dengan cara yang tidak bisa diduga. Mati seperti kambing karena dia mengalah seperti dalam cerita dia rela ditusuk yang maksudnya dia mengalah, tapi dia mengalah dengan cara yang hina seperti kematian seekor kembing.
Hal itu membuat para wali menjadi kecewa seperti yang dikatakan dalam cerita bahwa para wali mengejeknya, lalu dia menantang kembali para Wali agar mereka mau beradu argumen lagi, seperti dalam cerita dia hidup lagi dan berkata “ Coba tusuk sekali lagi?”. Mati dengan darah putih, maksudnya dia mengalah dengan cara yang aneh, karena jika dilihat, darah menyimbolkan najis, dan putih menyimbolkan suci, dan najis yang suci adalah hal yang aneh, dan tidak ada. Terakhir dia mati dengan jasad yang berubah menjadi kuncup bunga yang wangi, maksudnya dia mengalah dengan terhormat, seperti kuncup bunga bunga yang wangi. Kuncup bunga yang wangi bisa diartikan sebagai suatu awal dari kebaikan atau kebenaran.
Lalu dari penjelasn diatas apa hubungan antara penjelasan tadi dangan tema(ruh sejati muslim)? Kita lihat bagaimana Syekh Siti Jenar begitu dekat dengan Allah.Menurut penulis Syekh Siti Jenar sudah mendapatkan ruh sejati seorang muslim, sehingga penulis menulis makalah ini bertujuan memberikan contoh manusia yang sudah mencapai ruh sejati itu yaitu fana fillaah atau menurut Syekh Siti Jenar adalah manunggaling kawula gusti atau ada yang menyebutkan manunggaling kawula kalawan gusti, karena penulis rasa sudah banyak yang menerangkan tentang pengertian ruh sejati muslim, oleh sebab itu kita harus melihat bagaimana Syekh Siti Jenar mengikuti Rosululloh SAW dan menirunya, agar mendapat tingkatan spiritual tertinggi sepertinya(Rosululloh SAW) meskipun kita tidak bisa menyamainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar