MAKNA DAN ARTI BACAAN SHALAT
Posted by : adrian irnanda pratama
Pengertian
Shalat
Secara
bahasa, kata shalat menurut para pakar bahasa adalah berarti doa. Shalat
diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan
vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW, yang
artinya: “Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat,
tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara
kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”. Adapun secara istilah,
definisi shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram
dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan
dari apa yang disabdakan Nabi SAW: yang artinya: “Shalatlah kalian, sebagaimana
kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah
shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai
gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik
shalat.
BACAAN SHALAT
Takbir
Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram
ALLAAHU AKBAR
(Allah Maha Besar)
Iftitah
Allaahu akbar kabiira, walhamdulillaahi katsiira, wa subhanallaahi bukrataw, waashiila.
(Allah Maha Besar, dan Segala Puji yang sangat banyak bagi Allah, dan Maha Suci Allah sepanjang pagi, dan petang).
Innii wajjahtu wajhiya, lillazii fatharassamaawaati walardha, haniifam, muslimaa, wamaa ana minal musrykiin.
(Sungguh aku hadapkan wajahku kepada wajahMu, yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh kelurusan, dan penyerahan diri, dan aku tidak termasuk orang-orang yang mempersekutuan Engkau/Musryik)
Innasshalaatii, wa nusukii, wa mahyaaya, wa mamaati, lillaahi rabbil ‘aalamiin.
(Sesungguhnya shalatku, dan ibadah qurbanku, dan hidupku, dan matiku, hanya untuk Allaah Rabb Semesta Alam).
Laa syariikalahu, wabidzaalika umirtu, wa ana minal muslimiin.
(Tidak akan aku menduakan Engkau, dan memang aku diperintahkan seperti itu, dan aku termasuk golongan hamba yang berserah diri kepadaMu)
Allaahu akbar kabiira, walhamdulillaahi katsiira, wa subhanallaahi bukrataw, waashiila.
(Allah Maha Besar, dan Segala Puji yang sangat banyak bagi Allah, dan Maha Suci Allah sepanjang pagi, dan petang).
Innii wajjahtu wajhiya, lillazii fatharassamaawaati walardha, haniifam, muslimaa, wamaa ana minal musrykiin.
(Sungguh aku hadapkan wajahku kepada wajahMu, yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan penuh kelurusan, dan penyerahan diri, dan aku tidak termasuk orang-orang yang mempersekutuan Engkau/Musryik)
Innasshalaatii, wa nusukii, wa mahyaaya, wa mamaati, lillaahi rabbil ‘aalamiin.
(Sesungguhnya shalatku, dan ibadah qurbanku, dan hidupku, dan matiku, hanya untuk Allaah Rabb Semesta Alam).
Laa syariikalahu, wabidzaalika umirtu, wa ana minal muslimiin.
(Tidak akan aku menduakan Engkau, dan memang aku diperintahkan seperti itu, dan aku termasuk golongan hamba yang berserah diri kepadaMu)
Al Fatihah
Adapun Rasulullah SAW pada waktu membaca surah Al-Faatihah senantiasa satu napas per satu ayatnya, tidak terburu-buru, dan benar-benar memaknainya. Surah ini memiliki khasiat yang sangat tinggi sekali.
Mari kita hafal terlebih dahulu arti per ayatnya sebelum kita memaknainya.
Bismillaah, arrahmaan, arrahiim (Bismillaahirrahmaanirrahiim)
(Dengan nama Allaah, Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Alhamdulillaah, Rabbil ‘aalamiin
(Segala puji hanya milik Allaah, Rabb semesta ‘alam)
Arrahmaan, Arrahiim
(Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Maaliki, yaumiddiin
(Penguasa, Hari Pembalasan/Hari Tempat Kembali)
Iyyaaka, na’budu, wa iyyaaka, nasta’iin
(Hanya KepadaMulah, kami menyembah, dan hanya kepadaMulah, kami mohon pertolongan)
Ihdina, asshiraathal, mustaqiim
(Tunjuki kami, jalan, golongan orang-orang yang lurus)
Shiraath, alladziina, an’am, ta ‘alayhim
(Jalan, yang, telah Engkau beri ni’mat, kepada mereka)
Ghayril maghduubi ‘alaihim, wa laddhaaaalliiin.
(Bukan/Selain, (jalan) orang-orang yang telah Engkau murkai, dan bukan (jalan) orang-orang yang sesat)
Melanjutkan tulisan yang ketiga, maka setelah membaca Surah Al-Faatihah, maka hendaknya kita membaca ayat-ayat Al-Qur’an.
Adapun Rasulullah SAW pada waktu membaca surah Al-Faatihah senantiasa satu napas per satu ayatnya, tidak terburu-buru, dan benar-benar memaknainya. Surah ini memiliki khasiat yang sangat tinggi sekali.
Mari kita hafal terlebih dahulu arti per ayatnya sebelum kita memaknainya.
Bismillaah, arrahmaan, arrahiim (Bismillaahirrahmaanirrahiim)
(Dengan nama Allaah, Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Alhamdulillaah, Rabbil ‘aalamiin
(Segala puji hanya milik Allaah, Rabb semesta ‘alam)
Arrahmaan, Arrahiim
(Maha Pengasih, Maha Penyayang)
Maaliki, yaumiddiin
(Penguasa, Hari Pembalasan/Hari Tempat Kembali)
Iyyaaka, na’budu, wa iyyaaka, nasta’iin
(Hanya KepadaMulah, kami menyembah, dan hanya kepadaMulah, kami mohon pertolongan)
Ihdina, asshiraathal, mustaqiim
(Tunjuki kami, jalan, golongan orang-orang yang lurus)
Shiraath, alladziina, an’am, ta ‘alayhim
(Jalan, yang, telah Engkau beri ni’mat, kepada mereka)
Ghayril maghduubi ‘alaihim, wa laddhaaaalliiin.
(Bukan/Selain, (jalan) orang-orang yang telah Engkau murkai, dan bukan (jalan) orang-orang yang sesat)
Melanjutkan tulisan yang ketiga, maka setelah membaca Surah Al-Faatihah, maka hendaknya kita membaca ayat-ayat Al-Qur’an.
Rasulullah bersabda “Apabila engkau
berdiri utk shalat bertakbirlah lalu bacalah yg mudah dari al-Qur’an “.
Ruku’
Lalu ruku’, dimana ketika ruku’ ini
beliau mengucapkan :
Subhaana, rabbiyal, ‘adzhiimi, Wabihamdihi
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Agung)
dzikir ini diucapkan beliau sebanyak tiga kali.
(Hadits Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, Ad-Daaruquthni, Al-Bazaar, dan Ath-Thabarani)
Rasulullah sering sekali memperpanjang Ruku’, Diriwayatkan bahwa :
“Rasulullaah SAW, menjadikan ruku’nya, dan bangkitnya dari ruku’, sujudnya, dan duduknya di antara dua sujud hampir sama lamanya.”
(Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim)
I’tidal
Pada saat ketika kita i’tidal atau bangkit dari ruku, dengan mengangkat kedua tangan sejajar bahu ataupun sejajar
telinga, seiring Rasululullah SAW menegakkan punggungnya dari ruku’ beliau mengucapkan:
Sami’allaahu, li, man, hamida, hu
“Mudah-mudahan Allah mendengarkan (memperhatikan) orang yang memujiNya”.
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim)
“Apabila imam mengucapkan “sami’allaahu liman hamidah”, maka ucapkanlah “rabbanaa lakal hamdu”, niscaya Allah memperhatikan kamu. Karena Allah yang bertambah-tambahlah berkahNya, dan bertambah-tambahlah keluhuranNya telah berfirman melalui lisan NabiNya SAW (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, dan Abu Daud)
“Mudah-mudahan Allah mendengarkan (memperhatikan) orang yang memujiNya”.
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim)
“Apabila imam mengucapkan “sami’allaahu liman hamidah”, maka ucapkanlah “rabbanaa lakal hamdu”, niscaya Allah memperhatikan kamu. Karena Allah yang bertambah-tambahlah berkahNya, dan bertambah-tambahlah keluhuranNya telah berfirman melalui lisan NabiNya SAW (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, dan Abu Daud)
Hal ini
diperkuat pula dengan : Disaat Rasulullah sedang Sholat berjamaah, lalu
ketika I’tidal beliau mengucapkan “Sami’allaahu,
li, man, hamidah” lalu ada
diantara makmun mengucapkan “Rabbanaa lakal hamdu”, Lalu pada selesai
Sholat, Rasul bertanya “Siapakah gerangan yang mengucap “Rabbanaa lakal hamdu”, ketika aku ber I’tidal? Aku melihat para malaikat berlomba lomba untuk
menulis kebaikan akan dirimu dari jawaban itu”.
Maka sudah cukup jelas bahwa mari kita mulai melafalkan :
Rabbanaa, lakal, hamdu
(Ya Tuhan kami, bagiMulah, segala puji)
Kesmpurnaan lafadzh diatas :
Maka sudah cukup jelas bahwa mari kita mulai melafalkan :
Rabbanaa, lakal, hamdu
(Ya Tuhan kami, bagiMulah, segala puji)
Kesmpurnaan lafadzh diatas :
mil ussamaawaati, wa mil ul ardhi, wa mil u maa shyi’ta, min shai in, ba’du
(Sepenuh langit, dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki, dari sesuatu, sesudahnya)
(Kalimat diatas didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu ‘Uwanah)
Sujud
Ketika kita sujud, maka dengan
tenang hendaknya kita mengucapkan do’a sujud seperti yang telah
dicontohkan Rasulullaah SAW.
Dzikir ini beliau ucapkan sebanyak tiga kali, dan kadangkala beliau mengulang-ulanginya lebih daripada itu.
Subhaana, rabbiyal, a’laa, wa, bihamdi, hi
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Luhur, dan, aku memuji, Nya)
Duduk antara dua Sujud
Dzikir ini beliau ucapkan sebanyak tiga kali, dan kadangkala beliau mengulang-ulanginya lebih daripada itu.
Subhaana, rabbiyal, a’laa, wa, bihamdi, hi
(Maha Suci, Tuhanku, Yang Maha Luhur, dan, aku memuji, Nya)
Duduk antara dua Sujud
Ketika kita bangun dari sujud, maka hendaklah kita melafadzkan seperti yang dilakukan Rasulullaah, dan bacalah do’a tersebuh dengan sungguh-sungguh, perlahan-lahan, dan penuh pengharapan kepada Allah SWT. Di dalam duduk ini, Rasulullah SAW mengucapkan :
Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii
wahdinii, wa ‘aafinii, Wa’Fuanni
(Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah
aku, cukupilah kekuranganku, sehatkanlah aku, dan berilah rizqi kepadaku)
Dari Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwa Rasulullaah saw, kadangkala duduk tegak di atas kedua tumit dan dada kedua kakinya. Beliau juga memanjangkan posisi ini sehingga hampir mendekati lama sujudnya (Al-Bukhari dan Muslim).
Duduk At-Tasyaahud Awal
Dari Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwa Rasulullaah saw, kadangkala duduk tegak di atas kedua tumit dan dada kedua kakinya. Beliau juga memanjangkan posisi ini sehingga hampir mendekati lama sujudnya (Al-Bukhari dan Muslim).
Duduk At-Tasyaahud Awal
- Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Abu
‘Uwanah, Asy-Syafi’i, dan An-Nasa’i.
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, Rasulullaah telah mengajarkan At-Tasyahhud kepada kami sebagaimana mengajarkan surat dari Al-Qur’an kepada kami. Beliau mengucapkan :
Attahiyyaatul mubaarakaatusshalawaatutthayyibaatulillaah.
Assalaamu ‘alayka ayyuhannabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh.
Assalaamu ‘alayna wa ‘alaa ‘ibaadillaahisshaalihiin.
Asyhadu allaa ilaaha illallaah.
Wa asyhadu annaa
muhammadarrasuulullaah.
(dalam riwayat lain : Wa asyhadu annaa, muhammadan, ‘abduhu, warasuuluh)
(dalam riwayat lain : Wa asyhadu annaa, muhammadan, ‘abduhu, warasuuluh)
2. Menurut hadist yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Muslim, dan Ibnu Abi Syaibah.
Dari Ibn Mas’ud berkata, Rasulullaah saw telah mengajarkan at-tasyaahud kepadaku, dan kedua telapak tanganku (berada) di antara kedua telapak tangan beliau - sebagaimana beliau mengajarkan surat dari Al-Qur’an kepadaku : —-> (Mari diresapi setiap katanya sehingga shalat kita lebih mudah untuk khusyuk)
Attahiyyaatulillaah, wasshalawatu, watthayyibaat.
(Segala ucapan selamat adalah bagi Allaah, dan kebahagiaan, dan kebaikan).
Assalaamu ‘alayka *, ayyuhannabiyyu, warahmatullaah, wa barakaatuh.
(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadamu , wahai Nabi, dan beserta rahmat Allah, dan berkatNya).
Assalaamu ‘alaynaa, wa ‘alaa, ‘ibaadillaahisshaalihiiin.
(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula, dan kepada sekalian hamba-hambanya yang shaleh).
Asyhadu, allaa, ilaaha, illallaah.
(Aku bersaksi, bahwa tiada, Tuhan, kecuali Allah).
Wa asyhadu, anna muhammadan, ‘abduhu, wa rasuluhu.
(Dan aku bersaksi, bahwa muhammad, hambaNya, dan RasulNya).
Notes : * Hal ini ketika beliah masih hidup, kemudian tatkala beliau
wafat, maka para shahabat mengucapkan :
Assalaamu ‘alannabiy
(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada Nabi).
Bacaan shalawat Nabi SAW di akhir sholat
Assalaamu ‘alannabiy
(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada Nabi).
Bacaan shalawat Nabi SAW di akhir sholat
Rasulullah SAW. mengucapkan shalawat atas dirinya sendiri di dalam tasyahhud pertama dan lainnya. Yang demikian itu beliau syari’atkan kepada umatnya, yakni beliau memerintahkan kepada mereka untuk mengucapkan shalawat atasnya setelah mengucapkan salam kepadanya dan beliau mengajar mereka macam-macam bacaan salawat kepadanya.
Berikut kita ambil sebuah hadits yang sudah umum/biasa kita lafadzkan, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Al-Humaidi, dan Ibnu Mandah.
Allaahumma, shalli ‘alaa
muhammad, wa ‘alaa, aali muhammad.
(Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada, keluarga Muhammad)
Kamaa, shallayta, ‘alaa ibrahiim, wa ‘alaa, aali ibraahiim.
(Sebagaimana, Engkau telah memberikan kebahagiaan, kepada Ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim).
Wa ‘barikh alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad.
(Ya Allah, berikanlah berkah, kepada Muhammad, dan kepada, keluarga Muhammad)
Kamaa, baarakta, ‘ala ibraahiim, wa ‘alaa, aali ibraahiiim.
(Sebagaimana, Engkau telah memberikan berkah, kepada ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim).
Fil Allamina Innaka, hamiidummajiid.
(Sesungguhnya Engkau, Maha Terpuji lagi Maha Mulia).
(Ya Allah, berikanlah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada, keluarga Muhammad)
Kamaa, shallayta, ‘alaa ibrahiim, wa ‘alaa, aali ibraahiim.
(Sebagaimana, Engkau telah memberikan kebahagiaan, kepada Ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim).
Wa ‘barikh alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad.
(Ya Allah, berikanlah berkah, kepada Muhammad, dan kepada, keluarga Muhammad)
Kamaa, baarakta, ‘ala ibraahiim, wa ‘alaa, aali ibraahiiim.
(Sebagaimana, Engkau telah memberikan berkah, kepada ibrahim, dan kepada, keluarga Ibrahim).
Fil Allamina Innaka, hamiidummajiid.
(Sesungguhnya Engkau, Maha Terpuji lagi Maha Mulia).
Salam
“Rasulullah SAW. mengucapkan salam ke sebelah kanannya :
Assalaamu 'alaikum
warahmatullaahi wa barakaatuh
(Mudah-mudahan kesejahteraan
dilimpahkan kepada kamu sekalian serta rahmat Allah,
serta berkatNya),
sehingga tampaklah putih
pipinya sebelah kanan. Dan ke sebelah kiri beliau mengucapkan : Assalaamu
‘alaikum warahmatullaah
(Mudah-mudahan kesejahteraan
dilimpahkan kepada kamu sekalian serta rahmat Allah), sehingga tampaklah
putih pipinya yang sebelah kiri.”
( Hadist
Riwayat : Abu Daud, An-Nasa’i, dan Tirmidzi )
Mari di perhatikan, bahwa ternyata ucapan kita ketika menoleh ke
kanan (salam yang pertama) lebih lengkap daripada ucapan kita ketika menoleh ke
kiri (salam yang kedua )
Subhanallah dan
Alhamdulillah, Maha Benar Allah atas
segala FirmanNya. Luar biasa
sekali ya arti dari bacaan Sholat ini. Makin merunduk kita, makin terlihat
kecil kita, makin menangis kita.
Saya berharap
agar ini menjadi bagian dari jalan
kemudahan untuk kita di dalam menggapai khusyuk
dan memahami setiap gerakan yang kita lakukan. Maka jika kita tahu dan mengerti akan
nikmatnya shalat itu, mari kita
share ke keluarga kita.
Selamat
meresapi dan jangan lupa untuk share ke orang orang yang kita cintai.
Pengertian
Sholat
Secara
bahasa, kata sholat menurut para pakar bahasa adalah berarti doa. Shalat
diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan
vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW, yang
artinya: “Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat,
tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara
kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”. Adapun secara istilah,
definisi shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram
dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan
dari apa yang disabdakan Nabi SAW: yang artinya: “Shalatlah kalian, sebagaimana
kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah
shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai
gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik
shalat.
B.Posisi Shalat Dalam Islam
Dalam
Islam, shalat menempati posisi penting dan strategis. Ia merupakan salah satu
rukun Islam yang menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi
SAW bersabda:
Artinya:
“Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sunbgguh dia telah kafir”.
Artinya:
“Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sunbgguh dia telah kafir”.
Sedemikian pentingnya shalat, maka ibadah shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Orang Islam masih diwajibkan shalat, selagi masih ada kesadaran di hatinya. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya (kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya).
C.Kandungan
Makna Shalat
Berdasarkan
paparan mengenai pentingnya posisi shalat dalam Islam di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa Shalat merupakan faktor terpenting yang menyanga
tegaknya agama Islam. Oleh karena itu, sudah sepatutnya, umat Islam memahami
maknanya dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, secara umum, ada dua dimensi
kandungan makna shalat yang dapat dipetik, yaitu dimensi individual (sifatnya
kedalam) dan dimensi sosial (sifatnya keluar), karena sebagaimana definisi di
atas, shalat adalah suatu ibadah yang diawali dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam. Takbiratul ihram menunjuk pada dimensi individual,
sedangkan salam menunjuk pada dimensi sosial.
1.Dimensi Individual
Shalat diawali dengan bacaan ‘takbiratul Ihram”, yang mengandung arti “Takbir yang mengharamkan”, yakni mengharamkan segala tindakan dan dan tingkah laku yang tidak ada kaitannya dengan shalat sebagai peristiwa menghadap Tuhan. Takbir pembukaan itu seakan-akan suatu pernyataan resmi seseorang membuka hubungan diri dengan Tuhan, dan mengharamkan atau memutuskan hubungan diri dari semua bentuk hubungan dengan sesama manusia. Dengan demikian, takbiratul ihram merupakan ungkapan pernyataan dimulainya sikap
menghadap
kepada Allah.
Selanjutnya, sikap menghadap Allah tersebut akan mengantarkan seorang hamba untuk benar-benar menyadari bahwa saat itu (posisi shalat) ia sedang menghadap Khalik-nya. Oleh karenanya, dalam shalat, dianjurkan sedapat mungkin seseorang menghayati kehadirannya di hadapan Sang Maha Pencipta, sehingga seolah-olah ia melihat-Nya, dan kalaupun ia tidak melihat-Nya, ia harus menginsyafi sedalam-dalamnya bahwa Sang Maha Pencipta melihat dia.
Dari sini, jelas bahwa dalam shalat, seseorang diharapkan hanya melakukan hubungan vertikal dengan Allah, dan tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan sesama makhluk (kecuali dengan keadaan terpaksa). Oleh karena itu, dalam literatur kesufian berbahasa Jawa, shalat dipandang sebagai “mati sajeroning urip” (mati dalam hidup). Di sinilah kemudian shalat juga sering disebut dengan ‘Mi’rajul mukminin’, dikiyaskan dengan mi’raj Nabi SAW, karena sama-sama merupakan peristiwa menghadapnya seorang hamba kepada Tuhannya.
2.Dimensi Sosial
Shalat diakhiri dengan salam, hal ini maksudnya bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinya, kaitannya dengan kehidupan sosial.
Berkenaan dengan ini, salah satu firman Allah yang banyak dikutip adalah QS. Al-Ankabut: 45:
Artinya:
Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan jelas ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Hanya saja, dalam hal ini ulama berbeda pendapat ketika melihat kenyataan bahwa masih banyak di antara umat Islam yang shalat, tetapi shalatnya tidak menghalanginya dari melakukan perbuatan keji dan munkar.
Satu
pendapat menyatakan bahwa shalat memang dapat mencegah pelakunya dari melakukan
perbuatan keji dan munkar, maka apabila ada seseorang yang sudah mengerjakan
shalat, tetapi ia tetap melakukan perbuatan keji dan munkar, sebenarnya ia
telah melakukan kegagalan dan kesia-siaan yang hal itu jauh lebih keji dan
munkar. Orang seperti inilah yang disindir al-Qur’an sebagai orang yang lalai
dalam shalat, yang kelak aakan mendapatkan siksa. Lihat QS. Al-Maun: 4-5:
Artinya:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
Adapun satu pendapat yang lainnya mengatakan bahwa shalat adalah ibadah yang pelaksanaannya membuahkan sifat keruhanian dalam diri pelakunya yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Oleh karenanya, orang yang melaksanakan shalat, hati, pikiran, dan fisiknya menjadi bersih. Dengan demikian, shalat adalah cara untuk menggali potensi ruhaniah dalam rangka membersihkan diri dari sifat-sifat buruk dan tidak terpuji. Akan
Artinya:
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
Adapun satu pendapat yang lainnya mengatakan bahwa shalat adalah ibadah yang pelaksanaannya membuahkan sifat keruhanian dalam diri pelakunya yang menjadikannya tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Oleh karenanya, orang yang melaksanakan shalat, hati, pikiran, dan fisiknya menjadi bersih. Dengan demikian, shalat adalah cara untuk menggali potensi ruhaniah dalam rangka membersihkan diri dari sifat-sifat buruk dan tidak terpuji. Akan
tetapi
hal ini, tentu tidak berlaku secara otomatis.
Maksudnya,
jika telah mengerjakan shalat, maka tidak otomatis ia menjadi orang yang baik,
sebab boleh jadi dampak dari potensi itu tidak muncul karena adanya
hambatan-hambatan, seperti lemahnya penghayatan terhadap kehadiran Tuhan. Oleh
karena itu, setiap pelaku shalat dituntut untuk selalu menghidupkan segala
perilaku dan bacaan shalat tidak hanya dalam shalat, tetapi juga di luar
shalat, lebih-lebih ditambah dengan bacaan-bacaan dzikir, sehingga penghayatan
akan kehadiran Tuhan senantiasa terpelihara dalam setiap langkah kehidupannya.
Di sini jugalah salah satu hikmah mengapa shalat waktunya berbeda-beda; dimulai
dari dini hari (Shubuh), diteruskan ke siang hari (Dzuhur), kemudian sore hari
(Asar), lalu sesaat setelah matahari terbeam (Maghrib), dan akhirnya di malam
hari (Isya’). Hal ini agar terus terjadi proses pengingatan dan penghayatan
kehadiran Tuhan, sehingga shalat dapat berfungsi sebagai pencegah dari
melakukan perbuatan keji dan munkar, yang pada akhirnya tercipta kesejahteraan
dan kedamaian antar sesama manusia; “assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Wallahu A’lam Bish-Shawwab!
Al-Hamdulillah, segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda
Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Memahami bacaan shalat serta merenunginya
merupakan salah satu jalan untuk meraih kekhusyu'an. Bahkan menjadi salah satu
jalan utamanya. Rasanya orang yang jahil terhadap makna-makna yang dibacanya
dari Al-Qur'an dan dzikir-dzikir dalam shalat sangat sulit sekali untuk
mendapatkan kekhusyu'an. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad
Shalih al-Munajid dalam 33 Sababab Lil Khusyu' Fish Shalah, pada
urutan ke empat.
Dalam bagian ini, Syaikh Al-Munajid
menganjurkan bagi orang yang melaksanakan shalat untuk memahami bacaan Al-Qur'an
yang dilantunkan dalam shalat. Lalu beliau menunjukkan cara untuk memahami
Al-Qur'an, yaitu dengan memperhatikan tafsir Al-Qur'an sebagimana yang
dikatakan oleh Ibnu Jarir rahimahullah,
"Sesungguhnya aku heran dengan
orang-orang yang membaca Al-Qur'an, sedangkan ia tidak memahami takwil
(tafsir)nya, mana mungkin dia dapat menikmati bacaannya." (Pendahuluan
Tafsir al-Thabari, Mahmud Syakir: I/10)
Karenanya, sangat dianjurkan bagi
orang yang membaca Al-Qur'an untuk membaca juga kitab-kitab tafsir. Jika tidak
sempat, maka dianjurkan untuk membaca ringkasannya. Kalau masih juga berat,
dianjurkan membaca kitab-kitab yang menerangkan kalimat-kalimat yang sulitnya.
Dan bagi kita, orang Ajam yang tidak berbicara dengan bahasa Arab, dianjurkan
untuk membaca tarjamahnya. Semua ini agar kita bisa memahami bacaan Al-Qur'an
yang dilantunkan dalam shalat sehingga kita mampu merenunginya, lalu tumbuh
kekhusyu'an dalam diri kita.
Ketika seseorang memahami arti dan
maksud ayat yang dibacanya memungkinkan dia untuk mengulang-ulang ayat tersebut
guna lebih meresapinya dan memperkuat perasaannya. Dalam sebuah hadits
disebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdiri
melaksanakan qiyamul lail semalaman hanya membaca satu ayat yang
diulang-ulangnya hingga pagi, yaitu firman Allah,
إِنْ
تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Yang maknanya kurang lebih, "Jika
Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan
jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Maidah: 118)
Seseorang yang memahami makna ayat
yang dibaca, tentunya akan mungkin untuk berinteraksi langsung dengan ayat
tersebut. Yaitu dengan bertasbih ketika melewati ayat tasbih, dan berdoa ketika
melewati ayat yang mengandung permintaan, berta'awwudz (meminta perlindungan)
ketika melewati ayat yang mengandung perlindungan, memohon surga ketika
melewati ayat surga, dan berlindung dari neraka ketika melewati ayat yang membicarakan
tentang neraka dan kedahsyatan siksanya.
Imam Muslim dalam Shahihnya
meriwayatkan dari Hudzaifah radliyallah 'anhu, berkata,
صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ . . .
فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ
وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ
"Suatu malam aku shalat
bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau membaca Al-Qur'an
dalam shalatnya dengan berlahan (tidak tergesa-gesa). Apabila beliau sampai
pada ayat yang mengandung tasbih, beliau bertasbih. Apabila sampai pada ayat
yang mengandung permintaan, beliau meminta (berdoa). Dan apabila sampai pada
ayat yang mengandung perlindungan, beliau berta'awwudz (memohon perlindungan)." (HR. Muslim, no. 772)
صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَكَانَ إِذَا مَرَّ
بِآيَةِ رَحْمَةٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ تَعَوَّذَ، وَإِذَا مَرَّ
بِآيَةٍ فِيْهَا تَنْزِيْهٌ لِلَّهِ سَبَّحَ
"Suatu malam aku shalat
bermakmum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka apabila sampai pada
ayat rahmat, beliau meminta rahmat. Apabila sampai pada ayat adzab, beliau
berlindung darinya. Dan apabila sampai pada ayat yang di dalamnya mengandung
makna menyucikan Allah, beliau membaca tasbih." (HR. Imam al-Marwazi
dalam Ta'dzim Qadris Shalah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih
al-Jami', no. 4782)
Sebagian ulama salaf juga membaca
ayat dengan diulang-ulang karena terkesan dengan makna dan kandungannya. Hal
ini tidak lain karena mereka memahami apa yang mereka baca. Qatadah bin
al-Nu'man, seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, melakukan
qiyamullailnya tanpa membaca surat apapun, kecuali surat Al-Ikhlash yang
dibacanya berulang-ulang. (Atsar riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Baari 9/59
dan Ahmad dalam Musnadnya III/43)
Sa'id bin 'Ubaid al-Thaiy telah
meriwayatkan sebuah atsar, ia pernah mendengar Sa'id bin Jubair mengimami pada
bulan Ramadlan. Pada shalat tersebut, Sa'id hanya membaca ayat berikut ini
secara berulang ulang,
فَسَوْفَ
يَعْلَمُونَ إِذِ الْأَغْلَالُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلَاسِلُ
يُسْحَبُونَ فِي الْحَمِيمِ ثُمَّ فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ
"Kelak mereka akan
mengetahui,ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka
diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam
api." (QS. Al-Mukmin: 70-72)
Al-Qasim telah meriwayatkan bahwa
dia pernah melihat Sa'id bin Jubair melakukan qiyamullail dengan hanya membaca
ayat,
وَاتَّقُوا
يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
"Dan peliharalah dirimu dari
(adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan
kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap
apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya
(dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 281) dan beliau
mengulang-ulang bacaan ayat ini sampai 20 kali lebih.
Seorang laki-laki dari Bani Qais
yang dikenal dengan Abu Abdullah telah meriwayatkan, "Pada suatu malam
kami menginap di rumah Al-Hasan (al-Bashri), maka di tengah malam ia bangun dan
shalat. Dan ternyata yang dibacanya hanyalah ayat berikut secara berulang-ulang
hingga waktu sahur, yaitu firman Allah,
وَآَتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
"Dan Dia telah memberikan
kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya
manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (Qs. Ibrahim: 34)
Pada pagi harinya kami bertanya,
"Wahai Abu Sa'id, mengapa engkau tidak melampaui ayat ini dalam bacaan
sepanjang malam?" Al-Hasan menjawab, "Aku memandang ayat ini
mengandung pelajaran yang mendalam. Karena tidaklah aku menengadahkan pandangan
mataku dan tidak pula menundukkannya, melainkan pasti melihat nikmat. Sedangkan
nikmat-nikmat Allah yang belum diketahui, masih sangat banyak." (Al-Tadzkirah,
karya Imam al-Qurthubi, hal. 125)
Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Munajjid juga menjelaskan bahwa meragamkan bacaan surat, ayat, dzikir, dan
do'a dalam shalat bisa membantu menghadirkan kekhusyu'an. Namun, kekhusyu'an
ini tidak akan diperoleh kecuali oleh orang yang mengetahui maknanya dan
memahami kandungannya, sehingga ketika ia membacanya seolah dia sendiri yang
bermunajat dan meminta kepada Allah secara langsung.
Berikut ini kekhusyu'an Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya sehingga tumbuh rasa takutnya
kepada Allah sampai-sampai air mata beliau tertumpah membasahi bumi.
Diriwayatkan dari 'Atha, dia dan 'Ubaid bin 'Umair pernah datang menemui
'Aisyah radliyallah 'anha. Kemudian 'Ubaid berkata, "Ceritakanlah kepada
kami hal yang paling menakjubkan yang pernah Anda lihat dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam?"
'Aisyah menangis lalu becerita,
"Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bangun,
lalu berkata, "Hai 'Aisyah biarkan aku menyembah Tuhanku malam ini,
sesungguhnya aku suka dekat denganmu dan aku menyukai apa yang engkau
sukai."
'Aisyah melanjutkan kisahnya,
"Sesudah itu beliau bangkit dan berwudlu', lalu berdiri untuk shalatnya.
Beliau terus-menerus menangis dalam shalatnya sehingga pangkuannya basah, dan
terus menangis hingga tanahnya basah. Setelah itu Bilal datang untuk
memberitahukan akan masuknya waktu Shubuh. Tetapi, setelah Bilal melihat beliau
menangis, maka ia bertanya, "Wahai Rasulullah, Anda menangis, padahal
Allah sudah mengampuni semua dosamu yang terdahulu dan yang kemudian?" Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab,
أَفَلاَ
أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ
لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيْهَا (إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ. . . . الآية كُلُّهَا
"Tidak bolehkan aku menjadi
hamba yang banyak bersyukur? Sesungguhnya malam ini telah diturunkan kepadaku
beberapa buah ayat. Celakalah bagi orang membacanya tapi tidak memikirkan makna
yang terkandung di dalamnya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi . . . (QS. Ali lmran: 190)
seluruhnya." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Al-Albani dalam
Al-Shahihah, no. 68, menyatakan sanad hadits ini jayyid –baik-)
Mengetahui dan memahami makna apa
yang dibaca di dalam shalat menjadi sarana wajib untuk bisa merenungkan dan
mentadabburi setiap gerakan dan zikir-zikir dalam shalat. Dari perenungan dan
tadabbur yang mendalam ini akan memunculkan sentuhan jiwa sehingga matapun akan
bisa menangis. Allah berfirman tentang Ibadurrahman,
وَالَّذِينَ
إِذَا ذُكِّرُوا بِآَيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا
وَعُمْيَانًا
"Dan orang-orang yang apabila
diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya
sebagai orang-orang yang tuli dan buta." (Q.S Al-Furqan 73)
Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya
Al-Shalah, pernah menyatakan: "Ada satu hal ajaib yang dapat diperoleh
oleh orang yang merenungi makna-makna Al-Qur'an. Yaitu keajaiban-keajaiban Asma
dan Sifat Allah. Itu terjadi, tatkala orang tadi menuangkan segala curahan iman
dalam hatinya, sehingga ia dapat memahami bahwa setiap Asma dan Sifat Allah itu
memiliki tempat (bukan dibaca) di setiap gerakan shalat. Artinya bersesuaian.
Tatkala ia tegak berdiri, ia dapat menyadari ke-Maha Terjagaan Allah, dan
apabila ia bertakbir, ia ingat akan ke-Maha Agung-an Allah." Wallahu a'lam
Bis shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar