Sabtu, 16 Agustus 2014

NUR ALA NUR

posted by : adrian irnanda pratama
Aku menunggu dan mencari buku ini : buku ini berjudul NUR ALA NUR (CAHAYA DIATAS CAHAYA) penulis :K.H.M. Zen Syukri



Diambil dari salah satu bab dalam buku Cahaya diatas Cahaya (Nur ‘ala Nur), Penulis K.H.M. Zen Syukri.
Jasad seorang hamba Allah tak ubahnya seperti tanah liat, tak berdaya dan tak berupaya. Ia dilahirkan dari perut ibu dengan sifat lemah, hina, faqir, dho’if, dan serba kurang, sesuai dengan sebuah hadist Rasulullah, “Wahai ummatku, bahwa setiap hamba Allah disifatkan dengan La Haula Wala Quwwata Illa Billah.”
Sungguh benar-benar menunjukkan sifat kehambaan, jika kita perhatikan pada setiap hamba ada telinga, tetapi tidak mendengar, ada mata tetapi tidak melihat, ada kepala tetapi tidak berakal. Seandainya dibiarkan Allah sampai hari tua, dengan tidak diturunkan dan tidak disertakan sifat keindahan Allah pada jasad si hamba, maka si hamba tersebut tetap kelihatan hinanya.
Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, tidak lama setelah hari kelahiran bayi yang tadinya tidak bisa apa-apa, Allah lalu turunkan (sertakan) sifat-Nya , seperti firman Allah di surah An-Nahl, ayat 78:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Kesyukuran seorang hamba adalah dengan merasakan di jasad mereka disertakan Allah sifat-Nya. Ketika itulah berhimpun antara sifat Allah dengan sifat hamba. Dengan demikian jadilah si hamba manunggal dengan sifat Allah.
Jika diperhatikan gerak yang ada di tangan, pendengaran di telinga, penglihatan di mata, dan sebagainya, semuanya menunjukkan bahwa sifat Allah sedang menunggal pada jasad seorang hamba. Peristiwa tersebut menimbulkan bermacam-macam pendapat:
A. Pendapat seorang yang menonjolkan akal. Mereka beranggapan bahwa gerak di tangan adalah kekuatan tangan, pendengaran di telinga hanya dari telinga, penglihatan di mata adalah dari mata. Pendapat tersebut semata – mata berdasarkan akal tanpa hidayah. Orang yang berasumsi seperti ini tergolong kedalam ahli tobe’at. Mereka ini termasuk dalam golongan syirik khofi (syirik yang tersembunyi).
B. Golongan orang yang mengaku Islam. Golongan ini merasa telah diberi oleh Allah kekuatan di badannya, dan diberi pendengaran di telinganya, diberi Allah penglihatan di matanya. Karena semua hak Allah dianggap telah diberikan kepadanya, golongan ini termasuk golongan Qodariyah. Mereka tergolong kafir majusi karena menyalahi firman Allah di surah Al-Hadid, ayat 4:
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.”
Allah menyertakan sifat-Nya pada diri kamu, dimana kamupun berada. Ayat tersebut menjelaskan bahwa sifat Allah tidak sekali-kali diberikannya kepada hamba-Nya. Akan tetapi, hanya disertakan Allah pada jasad hamba-Nya.
C. Pendapat Ahli Sunnah Waljama’ah adalah pendapat yang benar dan maqbul di sisi Allah. Gologan ini mengakui adanya sifat ketuhanan. Allah disebut sifat Ma’ani. Artinya, hanya Zat Allah yang bersifat Qodrat, Irodat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, dan Kalam. Sifat tersebut di-Ma’nawiyah-kan Allah kepada hamba-Nya. Maksudnya sifat-sifat tersebut dipancarkan Allah kepada hamba-Nya. Dengan demikian, jadilah hamba yang lemah-digagahkan-Nya, yang tuli didengarkan-Nya, yang buta dilihatkan-Nya, yang bodoh dipintarkan-Nya, dan lain-lain. Itulah sifat-sifat Allah yang berkelaziman. Yaitu dari Qodrat menjadi Qodiran, dari Iradat menjadi Muridan, Ilmu menjadi ‘Aliman, Hayat menjadi Haiyan, Sama’ menjadi Sami’an, Bashar menjadi Bashiran, dan Kalam menjadi Mutakalliman. Dengan demikian, seorang hamba Allah dizohirkan Allah Ahsanul Kholikin, artinya sebaik-baik kejadian.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar