Kamis, 26 Juni 2014

QANA’AH


QANA’AH


Adrian Irnanda Pratama Qanaah


Posted By : Adrian Irnanda Pratama
 
Hadis Sunan Ibnu Majah ,:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, shahih kata Syaikh Al Albani). Lihat bahasan di Rumaysho.Com: Lihatlah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Harta.
1. Pengertian Qana’ah
Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah .
Arti lain
Sikap qana’ah didefinisikan sebagai sikap merasa cukup, ridha atau puas atas karunia dan rezeki yang diberikan Allah SWT  Qana’ah ialah kepuasan hati dengan rezeki yang ditentukan Allah.
Qana’ah itu mengandung lima perkara:
  1. Menerima dengan rela akan apa yang ada.
  2. Memohonkan kepada Allah tambahan yang pantas, dan berusaha.
  3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah.
  4. Bertawakal kepada Allah.
  5. Tidak tertarik oleh tipu dunia

Qana’ah adalah sikap paling tepat untuk menunjukkan bahwa keterbatasan dalam harta benda bukanlah akhir segalanya. Sikap mulia ini adalah modal yang dapat merubah kata miskin dari citranya yang hina, rendah dan tak bernilai, menjadi sebuah kemulian yang hakiki, bernilai manfaat dan menguntungkan.
Hal ini tentu saja hanya bisa dilihat dari kacamata iman, bukan dari cara pandang picik yang selalu mengapresiasi kesuksesan dengan dasar material semata. Perhatikan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
“Sungguh bahagia orang yang berserah diri (masuk Islam) dan diberi rizki dengan pas-pasan lalu Allah membuatnya bersikap qana’ah dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (HR Muslim)
Para ulama menjelaskan, bahwa qana’ah adalah sikap merasa ridha dengan segala yang Allah karuniakan untuk kehidupannya walaupun sedikit, dan bersungguh-sungguh menekan hawa nafsu dan ambisi terhadap harta benda beserta segala kesenangan duniawi lainnya.
Sikap qana’ah begitu berarti bagi kehidupan manusia. Kesempitan rizki yang dialami oleh sebagian orang tentu suatu hal yang tidak diharapkan oleh siapa pun. Rata-rata semua orang menginginkan hidup dalam kecukupan, bahkan kaya raya. Kemiskinan secara otomatis menjadi sebuah kesengsaraan karena ia berlawanan dengan kehendak manusia pada umumnya.
Dalam kenyataan ini, sikap qana’ah dan ridha adalah tindakan efektif untuk mengobati perasaan ini. Jika tidak, keterbatasan harta yang disikapi dengan keliru, justru akan semakin menambah daftar kesengsaraan dalam hidup.
Sebagaimana harta adalah ujian, kekurangan harta juga ujian. Allah menguji manusia dengan kemiskinan dan kekurangan, sejauh mana ia bisa bersikap dewasa, bijak, patriot dan tetap mensyukuri hidupnya, apa adanya. Kemiskinan bisa menjadi ladang kebaikan bagi orang yang sabar, atau lubang kesengsaraan berikutnya bagi orang yang kufur.
Allah berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)
Namun tentu saja qana’ah bukan berarti besikap pasrah. Qana’ah pun harus dimaknai dalam kerangka mensyukuri segala hasil yang diperoleh setelah upaya dan kerja keras yang maksimal telah dilakukan***Wallahu ‘alam bish-Shawab
Cinta pada dunia dan ingin hidup dalam kemewahan,  adalah salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan hidup menjadi tidak tentram. Orang-orang yang cinta dunia akan selalu terdorong untuk memburu segala keinginannya meski harus menggunakan cara yang licik, curang, dengan  berbohong, korupsi, dan sebagainya. Semua itu karena orang yang cinta dunia  tidak pernah menyadari, sesungguhnya harta hanyalah ujian.  Hingga  ia  tidak pernah merasa cukup dengan apa yang sudah dimilikinya dan masih selalu ingin menambahnya lagi, ini adalah sikap yang sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah SWT.
Qana’ah bukanlah berarti  hilang semangat untuk berkerja lebih keras demi menambah rezeki. Malah, ia bertujuan supaya kita sentiasa bersyukur dengan rezeki yang dikurniakan Allah.  Karena sikap qana’ah tidak berarti fatalis  menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang-orang qana’ah bisa saja memiliki harta yang sangat banyak, namun semua itu bukan untuk menumpuk kekayaan
Nabi Muhammad SAW  telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini harus dimiliki oleh orang yang kaya maupun orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan segala cara, sehingga dengan semua itu akan membuat orang merasa puas dan tidak mencari melebihi apa yang dibutuhkan, dan mencegah orang dari menurutkan hawa nafsu yang tidak pernah puas.
Rasulullah SAW telah mengajarkan  kita semua agar qana’ah, berikut beberapa hadits nya :
Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini:  “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi sesungguhnya kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.”  (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda:   “Jadilah kamu seorang yang wara’, nanti kamu akan menjadi sebaik-baik hamba Allah, jadilah kamu seorang qana’ah, nanti kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur kepada Allah, sedikitkanlah tertawa karena banyak tertawa itu mematikan hati.” (Hadis riwayat al-Baihaqi)
Dari Abu Muhammad yaitu Fadhalah bin Ubaid al-Anshari r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “beruntunglah kehidupan seseorang yang telah dikaruniai petunjuk untuk memasuki Agama Islam, sedang kehidupannya berada dalam keadaan cukup dan ia bersifat qana’ah (menerima).” (Hadis Hasan Shahih di sisi Imam Tirmidzi) .
Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadits dalam Shahih Muslim dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash r.a Rasulullah SAW bersabda:  “Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rezeki yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baghawy)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr r.a.:
Bahwa Rasulullah SAW  bersabda: Sesungguhnya beruntung orang yang sudah masuk Islam, yang rezekinya mencukupi (dan tidak berlebihan) dan yang Allah menjadikannya qana’ah dengan apa diberikan kepadanya. (Muslim)
Dari Hakim bin Hizam r.a. berkata:
Bahwa Nabi SAW. bersabda: Tangan di atas adalah lebih baik dari tangan di bawah. Hendaklah kamu muliakan dengan orang-orang yang di bawah tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah dari harta yang lebih (yang kamu atau orang di bawah tanggunganmu tidak memerlukannya). Barangsiapa yang menjaga kehormatan dengan tidak meminta-minta maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang tidak bergantung harap kepada manusia, maka Allah akan mencukupkan keperluannya. (Bukhari dan Muslim]
Ketahuilah sesungguhnya di dalam qana’ah, itu ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi, ada kesabaran serta keridhaan terhadap pembagian rezeki yang telah diatur-Nya. Dan semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat. Dan sesungguhnya dalam kerakusan dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena dia tidak pernah merasa puas dan cukup terhadap pemberian Allah.
Dalam kehidupan kita di dunia, sebaiknya kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. 
 Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits sebagai berikut: “Lihatlah orang yang dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)
Kekayaan bukanlah segalanya. kekayaan harta bukanlah kekayaan yang hakiki. kekayaan yang hakiki adalah saat jiwa (hati) kita penuh dengan hidayah Allah SWT.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW bersabda: “Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta tetapi yang dinamakan kaya (yang sebenarnya) ialah kayanya jiwa.”   (Muttafaqu ‘alaih)
Allah SWT berfirman mengenai sifat dasar manusia dalam surat Al Imran ayat 14:  “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Ayat diatas menerangkan bahwa fitrahnya manusia mencintai harta dan apa-apa yang diingini. Dan dalam hadistnya Rasulullah  SAW bersabda
Jika seorang anak Adam memiliki emas sebanyak dua lembah sekalipun maka dia akan (berusaha) mencari lembah yang ketiga. Perut anak Adam tidak akan pernah  puas sehingga dipenuhi dengan tanah. (Riwayat Bukhari).
Karena itulah qana’ah sangat diperlukan untuk mengatasi sifat dasar manusia yang tidak pernah cukup atas apa yang sudah dimiliki.
Allah SWT telah menciptakan dunia, untuk menguji siapa diantara hambanya yang terbaik amalnya, hal ini telah disebutkan dalam firman-Nya di surat Al Mulk ayat 2:  “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Adapun makna ayat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa “Allah telah menciptakan seluruh makhluk ini dari ketiadaan, untuk menguji jin dan manusia, siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.”
Siapapun yang ingin meraih ketenangan jiwa, kedamaian hati, maka qana’ah adalah jalannya. Karena sesungguhnya, ketenangan hati ada dalam sedikitnya keinginan.  Bila kita ingin meraih ketenangan hidup, marilah kita qana’ah terhadap pemberian dan pengaturan-Nya.

hadits Abu Hurairah berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain. Baca artikel Rumaysho.Com: Kaya Hati, Itulah Kaya Senyatanya.
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,
يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا، لأن كثيرًا ممن وسع الله عليه فى المال يكون فقير النفس لا يقنع بما أعطى فهو يجتهد دائبًا فى الزيادة، ولا يبالى من أين يأتيه، فكأنه فقير من المال؛ لشدة شرهه وحرصه على الجمع، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، الذى استغنى صاحبه بالقليل وقنع به، ولم يحرص على الزيادة فيه
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Yang dimaksud qana’ah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,
الرضا بقضاء الله تعالى والتسليم لأمره علم أن ما عند الله خير للأبرار،
”Ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik.” Itulah qana’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar