QANA’AH
Adrian Irnanda Pratama Qanaah
Posted By : Adrian Irnanda Pratama
Hadis Sunan Ibnu Majah ,:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »
”Dari Abu Hurairah, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah
pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang
berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga
engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu
Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, shahih kata Syaikh
Al Albani). Lihat bahasan di Rumaysho.Com: Lihatlah
Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Harta.
1. Pengertian Qana’ah
Qana’ah adalah sikap rela menerima
dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari
rasa tidakpuas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki
pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak
allah .
Arti lain
Sikap qana’ah didefinisikan sebagai
sikap merasa cukup, ridha atau puas atas karunia dan rezeki yang diberikan
Allah SWT Qana’ah ialah kepuasan hati dengan rezeki yang ditentukan
Allah.
Qana’ah itu mengandung lima perkara:
- Menerima dengan rela akan apa yang ada.
- Memohonkan kepada Allah tambahan yang pantas, dan berusaha.
- Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah.
- Bertawakal kepada Allah.
- Tidak tertarik oleh tipu dunia
Qana’ah adalah
sikap paling tepat untuk menunjukkan bahwa keterbatasan dalam harta benda
bukanlah akhir segalanya. Sikap mulia ini adalah modal yang dapat merubah kata
miskin dari citranya yang hina, rendah dan tak bernilai, menjadi sebuah
kemulian yang hakiki, bernilai manfaat dan menguntungkan.
Hal ini tentu
saja hanya bisa dilihat dari kacamata iman, bukan dari cara pandang picik yang
selalu mengapresiasi kesuksesan dengan dasar material semata. Perhatikan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
“Sungguh bahagia
orang yang berserah diri (masuk Islam) dan diberi rizki dengan pas-pasan lalu
Allah membuatnya bersikap qana’ah dengan apa yang telah Allah berikan
kepadanya.” (HR Muslim)
Para ulama
menjelaskan, bahwa qana’ah adalah sikap merasa ridha dengan segala yang Allah
karuniakan untuk kehidupannya walaupun sedikit, dan bersungguh-sungguh menekan
hawa nafsu dan ambisi terhadap harta benda beserta segala kesenangan duniawi
lainnya.
Sikap qana’ah
begitu berarti bagi kehidupan manusia. Kesempitan rizki yang dialami oleh
sebagian orang tentu suatu hal yang tidak diharapkan oleh siapa pun. Rata-rata
semua orang menginginkan hidup dalam kecukupan, bahkan kaya raya. Kemiskinan
secara otomatis menjadi sebuah kesengsaraan karena ia berlawanan dengan
kehendak manusia pada umumnya.
Dalam kenyataan
ini, sikap qana’ah dan ridha adalah tindakan efektif untuk mengobati perasaan
ini. Jika tidak, keterbatasan harta yang disikapi dengan keliru, justru akan
semakin menambah daftar kesengsaraan dalam hidup.
Sebagaimana
harta adalah ujian, kekurangan harta juga ujian. Allah menguji manusia dengan
kemiskinan dan kekurangan, sejauh mana ia bisa bersikap dewasa, bijak, patriot
dan tetap mensyukuri hidupnya, apa adanya. Kemiskinan bisa menjadi ladang
kebaikan bagi orang yang sabar, atau lubang kesengsaraan berikutnya bagi orang
yang kufur.
Allah berfirman,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)
Namun tentu saja
qana’ah bukan berarti besikap pasrah. Qana’ah pun harus dimaknai dalam kerangka
mensyukuri segala hasil yang diperoleh setelah upaya dan kerja keras yang
maksimal telah dilakukan***Wallahu ‘alam bish-Shawab
Cinta pada dunia dan ingin hidup
dalam kemewahan, adalah salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan hidup
menjadi tidak tentram. Orang-orang yang cinta dunia akan selalu terdorong untuk
memburu segala keinginannya meski harus menggunakan cara yang licik, curang,
dengan berbohong, korupsi, dan sebagainya. Semua itu karena orang yang
cinta dunia tidak pernah menyadari, sesungguhnya harta hanyalah
ujian. Hingga ia tidak pernah merasa cukup dengan apa yang
sudah dimilikinya dan masih selalu ingin menambahnya lagi, ini adalah sikap
yang sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah SWT.
Qana’ah bukanlah berarti
hilang semangat untuk berkerja lebih keras demi menambah rezeki. Malah,
ia bertujuan supaya kita sentiasa bersyukur dengan rezeki yang dikurniakan
Allah. Karena sikap qana’ah tidak berarti fatalis menerima nasib
begitu saja tanpa ikhtiar. Orang-orang qana’ah bisa saja memiliki harta yang
sangat banyak, namun semua itu bukan untuk menumpuk kekayaan
Nabi Muhammad SAW telah
mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu
menyikapi harta dengan sikap qana’ah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qana’ah ini
harus dimiliki oleh orang yang kaya maupun orang yang miskin adapun wujud
qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa
yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan
tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan segala cara, sehingga
dengan semua itu akan membuat orang merasa puas dan tidak mencari melebihi apa
yang dibutuhkan, dan mencegah orang dari menurutkan hawa nafsu yang tidak
pernah puas.
Rasulullah SAW telah mengajarkan
kita semua agar qana’ah, berikut beberapa hadits nya :
Perhatikan sabda Rasulullah SAW
berikut ini: “Tidaklah kekayaan itu dengan banyak harta, tetapi
sesungguhnya kekayaan itu ialah kekayaan jiwa.” (Hadis riwayat Bukhari
dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda:
“Jadilah kamu seorang yang wara’, nanti kamu akan menjadi sebaik-baik hamba
Allah, jadilah kamu seorang qana’ah, nanti kamu akan menjadi orang yang paling
bersyukur kepada Allah, sedikitkanlah tertawa karena banyak tertawa itu
mematikan hati.” (Hadis riwayat al-Baihaqi)
Dari Abu Muhammad yaitu Fadhalah bin
Ubaid al-Anshari r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“beruntunglah kehidupan seseorang yang telah dikaruniai petunjuk untuk memasuki
Agama Islam, sedang kehidupannya berada dalam keadaan cukup dan ia bersifat
qana’ah (menerima).” (Hadis Hasan Shahih di sisi Imam Tirmidzi) .
Tentang sikap qana’ah, Ibnu Qudamah
dalam Minhajul Qashidin menyampaikan hadits dalam Shahih Muslim
dan yang lainnya, dari Amr bin Al-Ash r.a Rasulullah SAW
bersabda: “Beruntunglah orang yang memasrahkan diri, dilimpahi rezeki
yang sekedar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang
diberikan kepadanya.” (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad dan
Al-Baghawy)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr r.a.:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya beruntung orang yang sudah masuk Islam, yang rezekinya mencukupi (dan tidak berlebihan) dan yang Allah menjadikannya qana’ah dengan apa diberikan kepadanya. (Muslim)
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya beruntung orang yang sudah masuk Islam, yang rezekinya mencukupi (dan tidak berlebihan) dan yang Allah menjadikannya qana’ah dengan apa diberikan kepadanya. (Muslim)
Dari Hakim bin Hizam r.a. berkata:
Bahwa Nabi SAW. bersabda: Tangan di atas adalah lebih baik dari tangan di bawah. Hendaklah kamu muliakan dengan orang-orang yang di bawah tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah dari harta yang lebih (yang kamu atau orang di bawah tanggunganmu tidak memerlukannya). Barangsiapa yang menjaga kehormatan dengan tidak meminta-minta maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang tidak bergantung harap kepada manusia, maka Allah akan mencukupkan keperluannya. (Bukhari dan Muslim]
Bahwa Nabi SAW. bersabda: Tangan di atas adalah lebih baik dari tangan di bawah. Hendaklah kamu muliakan dengan orang-orang yang di bawah tanggunganmu. Sebaik-baik sedekah ialah dari harta yang lebih (yang kamu atau orang di bawah tanggunganmu tidak memerlukannya). Barangsiapa yang menjaga kehormatan dengan tidak meminta-minta maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang tidak bergantung harap kepada manusia, maka Allah akan mencukupkan keperluannya. (Bukhari dan Muslim]
Ketahuilah sesungguhnya di dalam
qana’ah, itu ada kemuliaan dan ketentraman hati karena sudah merasa tercukupi,
ada kesabaran serta keridhaan terhadap pembagian rezeki yang telah diatur-Nya.
Dan semua itu akan mendatangkan pahala di akhirat. Dan sesungguhnya dalam kerakusan
dan ketamakan itu ada kehinaan dan kesusahan karena dia tidak pernah merasa
puas dan cukup terhadap pemberian Allah.
Dalam kehidupan kita di dunia,
sebaiknya kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan
akhirat kita melihat orang yang di atas kita.
Hal ini sebagaimana telah
ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits sebagai berikut: “Lihatlah orang yang
dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian
itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang
dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)
Kekayaan bukanlah segalanya.
kekayaan harta bukanlah kekayaan yang hakiki. kekayaan yang hakiki adalah saat
jiwa (hati) kita penuh dengan hidayah Allah SWT.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW
bersabda: “Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta tetapi yang
dinamakan kaya (yang sebenarnya) ialah kayanya jiwa.” (Muttafaqu
‘alaih)
Allah SWT berfirman mengenai sifat
dasar manusia dalam surat Al Imran ayat 14: “Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
Ayat diatas menerangkan bahwa
fitrahnya manusia mencintai harta dan apa-apa yang diingini. Dan dalam
hadistnya Rasulullah SAW bersabda
Jika seorang anak Adam memiliki emas sebanyak dua lembah sekalipun maka dia akan (berusaha) mencari lembah yang ketiga. Perut anak Adam tidak akan pernah puas sehingga dipenuhi dengan tanah. (Riwayat Bukhari).
Jika seorang anak Adam memiliki emas sebanyak dua lembah sekalipun maka dia akan (berusaha) mencari lembah yang ketiga. Perut anak Adam tidak akan pernah puas sehingga dipenuhi dengan tanah. (Riwayat Bukhari).
Karena itulah qana’ah sangat
diperlukan untuk mengatasi sifat dasar manusia yang tidak pernah cukup atas apa
yang sudah dimiliki.
Allah SWT telah menciptakan dunia,
untuk menguji siapa diantara hambanya yang terbaik amalnya, hal ini telah
disebutkan dalam firman-Nya di surat Al Mulk ayat 2: “Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Adapun makna ayat ini, sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu Katsier dalam tafsirnya bahwa “Allah
telah menciptakan seluruh makhluk ini dari ketiadaan, untuk menguji jin dan
manusia, siapakah diantara mereka yang paling baik amalnya.”
Siapapun yang ingin meraih
ketenangan jiwa, kedamaian hati, maka qana’ah adalah jalannya. Karena
sesungguhnya, ketenangan hati ada dalam sedikitnya keinginan. Bila kita
ingin meraih ketenangan hidup, marilah kita qana’ah terhadap pemberian dan
pengaturan-Nya.
hadits Abu Hurairah berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى
غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya
bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah
hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051,
Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini
yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang
lain. Baca artikel Rumaysho.Com: Kaya Hati, Itulah Kaya
Senyatanya.
Dalam hadits di atas terdapat
pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits
dalam Shahih Bukhari,
يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا، لأن كثيرًا ممن
وسع الله عليه فى المال يكون فقير النفس لا يقنع بما أعطى فهو يجتهد دائبًا فى
الزيادة، ولا يبالى من أين يأتيه، فكأنه فقير من المال؛ لشدة شرهه وحرصه على
الجمع، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، الذى استغنى صاحبه بالقليل وقنع به، ولم يحرص
على الزيادة فيه
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan
banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah
dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia
ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta
tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup
dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk
terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu
seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak
begitu rakus untuk terus menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah
berkata,
مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا
مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah
dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak
disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Yang dimaksud qana’ah
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,
الرضا بقضاء الله تعالى والتسليم لأمره علم أن ما عند الله
خير للأبرار،
”Ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala
dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang
terbaik.” Itulah qana’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar