Falsafah Iqra' Memahami Konsep 'Membaca' Dalam Islam
Seorang
Yahudi sebagaimana dikutip DR Raghib As-Sirjani dalam bukunya; Spritual
Reading; hidup lebih bermakna dengan membaca; terbitan Aqwam 2007, mengatakan
bahwa “Kita orang yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak suka membaca”.
islam tentunya tidak hanya dapat difahami sebagai sebuah kumpulan
ritualitas-ritualitas yang monolitik sebagaimana terangkum dalam 'Rukun Islam'
yang lima. Tetapi Islam sesungguhnya adalah sebuah sistem hidup yang sangat
fundamental dan holistik. Artinya, Islam tidak hanya berbicara mengenai
'ubudiyyah dalam konteks hubungan interpersonal dengan Allah swt. (hablum
minaallah) tetapi lebih dari itu Islam juga mengandung tuntunan hidup secara
terperinci (Islam is a way of life) .
Manusia yang dititahkan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini dengan
diberi potensi akal, pada dasarnya di(ter)tuntut untuk berlomba-lomba
mengembangkan potensi diri dan mengaktualisasikannya secara nyata dalam
kehidupan sosial. Oleh sebab itu, manusia akan dimintakan pertanggunjawaban
atas semua usaha yang pernah dilakukannya kelak dihadapan Sang Khaliq.
Secara naluri dalam fitrahnya, manusia adalah makhluk yang memiliki couricity
(rasa ingin tahu) yang sangat tinggi. Maka dari itu, semua manusia baik muda
maupun tua, anak kecil maupun orang dewasa berusaha untuk mengetahui segala
sesuatu yang belum diketahuinya. Maka tidak heran jika semua anak kecil tatkala
melihat atau mendengar sesuatu yang asing baginya pasti mereka akan bertanya,
baik kepada orang tua atau orang yang dekat dengannya. Hal demikian karena
secara instingtif anak ingin mengetahui segala sesuatu yang belum diketahuinya
itu. Tetapi sebelum bertanya, tentunya mereka juga sudah meraba-raba apakah hal
tersebut dan untuk memastikannya mereka lalu bertanya kepada orang lain.
Jadi, pada dasarnya memang semua manusia telah 'membaca' dalam arti luas namun
belum terstruktur sebagai upaya untuk menghimpun pengetahuan dan
mengaktualisasikannya secara nyata dalam kehidupan sosial. Lalu, bagaimana
konsep Islam dalam mengajarkan kepada seluruh umatnya untuk 'membaca' dalam
kaitan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat manusia secara umumnya?
ISLAM DAN PERINTAH 'MEMBACA'
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi saw. adalah Iqra' atau 'membaca',
meskipun Beliau dalam kondisi Ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis).
Mengapa Iqra'? secara etimologis Iqra' diambil dari akar kata qara'a yang
berarti 'menghimpun', sehingga tidak selalu harus diartikan 'membaca sebuah
teks yang tertulis dengan aksara tertentu'. Selain bermakna 'menghimpun', kata
qara'a juga memiliki sekumpulan makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis
maupun tidak. Allah swt. berfirman :
.اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah".
Kata Iqra' dalam surah al-'Alaq di atas oleh banyak ahli tafsir diartikan
'bacalah!', tetapi apa yang harus dibaca? dalam satu riwayat, Nabi saw. setelah
mengalami kepayahan karena dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat
Jibril a.s. beliau lantas bertanya: Ma aqra' ya jibril? namun pertanyaan
tersebut tidak dijawab oleh malaikat Jibril a.s., karena Allah menghendaki agar
beliau dan umatnya membaca apa saja, selama membaca tersebut dilandasi
bismirabbika (atas nama Allah), dalam arti bermanfaat untuk kemaslahatan
sosial. Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan
saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain mampu
memilih bahan-bahan bacaan yang tidak menghantarnya kepada hal-hal yang
bertentangan dengan 'nama Allah' itu.
Jika begitu kata Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah
ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri
sendiri baik yang tertulis maupun tidak. Alhasil, objek perintah iqra' mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkau.
Lalu, mengapa setelah kata اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ, dilanjutkan
dengan خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. Dalam konteks ini Allah menegaskan
bahwa Dia-lah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, lalu apa
maknanya? Manusia diarahkan untuk meneliti, memahami, dan mendalami proses
penciptaan dirinya. Dimana manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal darah,
sesuatu yang menjijikkan nan hina, lalu berkembang hingga berbentuk sempurna
dan diberikan kepadanya ruh. Namun ditegaskan ulang memang manusia memang harus
membaca sebagai kunci utama untuk menghimpun pengetahuan. Itulah ajaran Allah
yang Maha Agung untuk meninggikan derajat manusia sebagai khalifahnya di muka
bumi.
Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yang pernah
dan dapat diberikan kepada umat manusia. 'Membaca' dalam aneka maknanya adalah
syarat pertama dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta syarat utama
membangun peradaban. Semua peradaban yang berhasil bertahan lama, justru
dimulai dari satu kitab (bacaan). Peradaban Yunani dimulai dengan Iliad karya
Homer pada abad ke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab
Perjanjian Baru. Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan
berakhir dengan filsafat Hegel (1770-1831) . Peradaban Islam lahir dengan
kehadiran al-Qur'an.
Selanjutnya, Allah berfirman:
.اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ.عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini, bukan sekedar menunjukkan
bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali mengulang-mengulangi bacaan,
atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan.
Tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan dengan
bismirabbika (atas nama Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru
walaupun yang dibaca hal itu juga. Mengulang-ulang membaca al-Qur'an tentunya
akan menimbulkan penafsiran baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian
jiwa serta kesejahteraan batin. Berulang-ulang 'membaca ' alam raya, membuka
tabir rahasianyadan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.
Kenapa Iqra' pada ayat yang ketiga diulang dan digandengankan dengan warabbukal
akram? 'warabbukal akram' mengandung pengertian bahwa Dia (Allah) swt. dapat
menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hambanya yang
membaca.
Lalu, pada ayat keempat dilanjutkan dengan kata-kata 'Dia (Allah) swt. Dzat
yang mengajari dengan (perantara) qalam'. Objek iqra' yang sedemikian luas itu,
memang seola-ola dapat menyempit apabila hanya dilihat dari rangkainnya
perintah membaca dengan qalam. Namun harus diingat bahwa sekian pakar tafsir
kontemporer memahami kata qalam sebagai segala macam alat tulis-menulis sampai
kepada mesin-mesin tulis dan cetak yang canggih dan juga harus diingat bahwa
qalam bukan satu-satunya alat atau cara untuk membaca atau memperoleh
pengetahuan. Hal ini tegas disebutkan dalam ayat selanjutnya bahwa Allah
memiliki kuasa untuk memberikan pengetahuan kepada manusia apa yang tidak ia
ketahui, baik lewat wahyu, ilham, karamah, intuisi dan lain sebaginya.
Dari tiga potongan ayat di atas kita juga dapat memahami bahwa pengetahuan dan
peradaban yang dirancang oleh al-Qur'an adalah pengetahuan terpadu yang
melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya (out put-nya). Wahyu pertama
al-Qur'an menjelaskan dua cara untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu. Setiap
pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut berperan
guna memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang
memperkenalkan dirinya kepada subjek tanpa usaha sanga subjek. Komet Halley,
memasuki cakrawala, hanya sejenak setiap 76 tahun. Dalam kasus ini walaupun
para astronom menyiapkan diri dan alat-alatnya untuk mengamati dan mengenalnya,
tetapi sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu sendiri
untuk memperkenalkan diri. Wahyu, ilham, intuisi, atau firasat yang diperoleh
manusia yang siap dan suci jiwanya atau apa yang diduga sebagai 'kebetulan'
yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, kesemuanya tidak lain kecuali
bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di
atas.
Dalam tiga ayat di atas, terlihat betapa al-Qur'an sejak dini telah memadukan
usaha dan pertolongan Allah, akal dan budi, pikir dan zikir, iman dan ilmu.
Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan
pelita di tangan bayi, sedangkan ilmu tanpa iman bagaikan pelita di tangan
pencuri. Dan al-Qur'an sebagai sebuah kitab terpadu, tentunya menghadapi dan
memperlakukan peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur
manusiawi, jiwa, akal, dan jasmaninya.
MEMBANGUN PERADABAN DENGAN 'MEMBACA'
Demikianlah, perintah membaca merupakan perintah yang paling berharga bagi
perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Karena, membaca merupakan
jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna,
sebagaimanajanji Allah swt.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا العِلمَ
دَرَجَاتٍ
"Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki
ilmu dengan beberapa derajat yang tinggi"
Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa 'membaca' adalah syarat utama
guna membangun peradaban. Dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin
tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya. Maka uasaha untuk menggalakkan
budaya membaca adalah hal yang sangat urgen untuk selalu dikampanyekan dan
diusahakan. Maka, tidak mustahil jika pada suatu ketika 'manusia' akan
didefinisikan sebagai 'makhluk membaca', suatu definisi yang tidak kurang nilai
kebenarannya dari definisi-definisi lainnya semacam 'makhluk sosial' atau
'makhluk berfikir'.
Sejarah umat manusia, secara umum dapat dibagi dalam dua priode uatama:
'sebelum penemuan tulis-baca' dan 'priode sesudahnya' sekitar lima ribu tahun
yang lalu. Dengan ditemukannya tulis-baca, peradaban manusia tidaklah merambah
jalan dan merangkak-rangkak, tetapi mereka telah berhasil melahirkan tidak
kurang dari 27 peradaban dari peradaban Sumaris sampai peradaban Amerika masa
kini. Peradaban yang datang mempelajari peradaban yang lalu dari apa yang
ditulis oleh generasi yang lalu dan dapat dibaca oleh generasi yang kemudian.
Manusia tidak lagi memulai dari titik nol, berkat kemampuan tulis-baca itu.
Kejayaan peradaban romawi, peradaban Islam, peradaban Eropa saat ini tentunya
semua dibangun dari tradisi membaca dan menulis. Beribu-ribu karya intelektual
serta penemuan-penemuan yang original yang muncul pada zamannya. Intelektual
bukanlah komunitas manusia yang hanya bergelut dengan tulis menulis, tetapi
lewat berbagai macam eksperimentasi sehingga melahirkan suatu teori baru,
begitu seterusnya hingga kini.
Tugas sebagai 'Abd lillah dan khalifatullah fi al-ardh yang diemban oleh
makhluk manusia adalah merupakan konsekuensi dari potensi keilmuan yang
dianugerahkan Allah kepada manusia, sekaligus sebagai persyaratan mutlak bagi
kesempurnaan pelaksanaan kedua tugas tersebut. Dengan ilmu yang diajarkan oleh
Allah kepada (Adam) manusia, ia memiliki kelebihan dari malaikat, yangtadinya
meragukan kemampuan manusia untuk membangun peradaban. Dan dengan ibadah yang
didasari oleh ilmu yang benar, maka manusia menduduki tempat terhormat, sejajar
bahkan dapat melebihi kedudukan umumnya malaikat. Ilmu, baik yang kasby
(acquired knowledge) maupun yang ladunny (abadi, perennial), tidak dapat
dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan qira'at - bacaan dalam arti yang luas.
Kekhalifahan menuntut hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya,
dengan alam serta hubungan dengan Allah. Kekhalifahan menuntut juga kearifan.
Karena, dalam kaitannya dengan alam, kekhalifahan mengharuskan adanya bimbingan
terhadap makhluk agar mampu mencapai tujuan penciptaannya. Untuk maksud
tersebut, dibutuhkan pengenalan terhadap alam raya. Pengenalan itu tidak akan
dapat tercapai kalau tanpa usaha qira'at (membaca, menelaah, mengkaji, dan
sebagainya).
Demikianlah, Iqra' merupakan syarat pertama dan utama bagi keberhasilan
manusia. Berdasarkan hal tersebut, tidaklah mengherankan jika ia menjadi
tuntunan pertama yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia.
-wallahua'lam bissawab
Banyak
tokoh berpendapat kemunduran umat Islam salah satu penyebabnya karena Umat
Muslim saat ini sudah malas Membaca. Budaya membaca yang bisa melahirkan
kemajuan dibidang pengetahuan dan teknologi ditinggalkan banyak umat muslim
dunia.
Tidak
sedikit umat Islam yang lebih suka menjelek-jelekan agama lain bahkan tidak
sedikit yang hanya fanatik terhadap kelompok mereka sendiri, mereka dengan
tidak punya rasa malu menuduh saudara semuslim sendiri sebagai seorang Yahudi
atau dengan sebutan kafir.
Hal
ini tentunya sangat jauh sekali dari ajaran Islam yang mewajibkan umatnya untuk
rajin membaca sebagaimana ayat pertama dalam Al-Qur’an diturunkan yang berbunyi
“IQRA!”, Bacalah !
Malasnya
umat Islam membaca menjadikan pola pikir dan pemikiran mereka serta pengetahuan
mereka menjadi dangkal dan mudah emosi serta mudah terprovokasi. Bahkan yang
paling ditakutkan jika karena kekurangtahuan sekelompok muslim mereka hanya
dijadikan alat politik untuk mendukung partai tertentu. Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan.
Umat
muslim sangat mudah terprovokasi dan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu hanya
untuk tujuan kekuasaan dan elit partai mereka. Sedangkan umat selain muslim
mereka setiap hari membaca buku, menciptakan teknologi dan melakukan berbagai
penelitian untuk menguasai ilmu pengetahuan serta ekonomi dunia.
Dari
sinilah sebenarnya penyadaran dan pentingnya aktivitas membaca untuk umat
muslim diperlukan.
Sejarah
mencatat bagaimana kejayaan Islam dimasa lalu karena umat Islam dibangun dengan
budaya baca yang sangat tinggi. Begitu besar minat baca umat muslim saat itu
kemudian bisa melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti Ibnu Syna, Ibnu Rusdy,
Imam Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainya.
Masjid-masjid
tidak hanya digunakan untuk mempelajari Al-Qur’an saja tapi juga mempelajari
ilmu-ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Masjid di saat itu juga menyediakan
perpustakaan yang menyediakan buku-buku yang dipelajari oleh umat Islam.
Masyarakat
Indonesia yang mayoritas muslim ternyata juga memiliki budaya baca yang masih
rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Hal ini diperparah dengan masih
minimnya fasilitas-fasilitas perpustakaan yang dikelola dengan baik sehingga
masyarakat menjadi tidak tertarik untuk datang ke perpustakaan.
Dikutip
dari harianhaluan.com (7/9/13),
Sastarawan ternama Taufiq Ismail dalam roadshow 2013 Publikasi Gerakan
Indonesia Membaca dengan tema Perpustakaan Sahabat Terbaik Keluarga
Indonesia, mengemukakan budaya baca pelajar dan generasi muda Indonesia
masih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asia
apalagi negara maju seperti Eropa dan Amerika.
Berdasar
perbandingan angka yang ada, rata-rata pelajar sekolah menengah atas di
Thailand dan Singapura membaca 5-7 buku pertahun. Di Amerika dan Eropa bahkan
mencapai 32 buku. Namun di Indonesia nol buku per tiga tahun. Hal itu dikarenakan
kebijakan pemerintah lebih fokus membangun infrastruktur sehingga perhatian
terhadap pelajaran bahasa dan sastra diabaikan (Haluan Kepri, 25 Agustus
2013).
Rendahnya
minat baca bagi masyarakat Indonesia sebagaimana dikemukakan Tauifq Ismail
adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Penyebabnya bukan saja oleh kebijakan
pemerintah yang lebih berorientasi pada pembangunan fisik, melainkan karena
membaca belum merupakan panggilan teologis. Yakni bagian keimanan yang harus
direalisasikan dalam kehidupan.
Berbagai
pusat perbukuan seperti Perpustakaan nasional, daerah, sekolah, perguruan
tinggi rata-rata sepi dengan pengunjung. Mereka (pengunjung) baru akan datang
ke perpustakaan atau pusat perbukuan jika ada tugas atau kegiatan atau program
yang dibuat. Selebihnya mereka jarang atau tidak akan datang mengunjungi
perpustakaan atau pusat perbukuan.
Sementara
mal, supermarket, pusat rekreasi dan hiburan ramai setiap saat. Mereka, para
pelajar dan mahasiswa, berduyun-duyun datang ke mal, supermarket dan pusat
hiburan maupun rekreasi. Kegiatan membaca dan mengunjungi perpustakaan guna
menambah pengetahuan dan ilmu masih dianggap belum menjadi panggilan hidup
apalagi panggilan teologis. Sementara hal-hal yang dapat memenuhi selera rendah,
glamour dan instan, dianggap merupakan kebutuhan mendasar-bahkan mengalahkan
panggilan keyakinan agama yang mereka anut.
Padahal
membaca adalah kebutuhan mendasar bagi manusia, terutama dalam
mengaktualisasikan potensi dirinya. Dalam Islam, bahkan membaca merupakan
panggilan teologis atau keyakinan yang harus direalisasikan sebagai bukti
kehambaan kita kepada Allah SWT. Membaca bagian yang tak terpisahkan akan
keyakinan kita kepada Allah SWT. Salah satu perintah yang sejajar dengan perintah
salat, zakat, puasa dan jihad adalah membaca.
Bahkan
membaca merupakan perintah yang pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW
sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Alaq;1-5), yakni Iqra (Bacalah). Jadi
perintah pertama, bukan salat, zakat, puasa dan jihad melainkan membaca.
Betapa mendasarnya teologi membaca dalam Islam itu sendiri. Karena itu,
selain menekankan betapa pentingnya membaca, Alquran juga menjelaskan bahwa
bahwa ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam membaca.
Pertama,
bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah menciptakan. Itu artinya, aktivitas
membaca harus dapat mendekatkan diri kepada Allah. Bukan sebaliknya, membuat
Allah murka atau membaca sesuatu yang justru menjauhkan diri kepada Allah. Itu
artinya, kualitas yang dibaca menjadi penting dalam Islam.
Membaca
bukan sekedar hobi tapi merupakan kebutuhan mendasar dan prioritas. Karenanya,
Rasulullah membebaskan para tawanan perang, jika mereka mau mengajarkan umat
Islam membaca dan menulis. Ini merupakan bukti betapa pentingnya membaca dalam
pandangan teologi Islam.
Kedua,
kegiatan membaca yang kemudian melahirkan wawasan, pemikiran, gagasan,
penemuan, pengetahuan, dan ilmu yang didapati oleh kita tidak boleh menjadikan
kita sombong, angkuh dan bahkan melahirkan kemudaratan bagi orang lain akibat
ilmu kita. Makanya dalam Islam, ilmu tidak bebas nilai, tapi ia harus bersandar
pada keimanan (teologis) dan syariat Islam. Karena itu tidak boleh melahirkan
kerusakan bagi orang lain. “Bacalah dan Rabb-mulah yang Maha Pemurah, yang
telah mengajarkan manusia dengan pena. Dia-lah yang mengajar manusia apa yang
tidak diketahuinya” (Qs. Al-Alaq 1-5).
Membaca
dalam perspektif teologi Islam tidak sebatas membaca teks. Quraish Shibab
dalam bukunya Membumikan Alquran; menjelaskan makna iqra, bukan sekedar
membaca, melainkan mencakup kegiatan observasi, pengamatan, penelitian dan
pengembangan. Jadi seluruh kegiatan yang mendalami, menggali dan pengembangan
terhadap berbagai potensi dan kurnia Allah baik di darat, laut dan udara,
adalah bagian dari aktivitas membaca.
Jadi
membaca akan melahirkan kemajuan dan kegemilangan. Karena ia akan memacu
berbagai penemuan, pendalaman dan pengembangan berbagai teori bagi kemajuan
budaya dan peradaban manusia. Dalam sejarah Islam kita mencatat bahwa
perpustakaan Islam menjadi perhatian utama dari para khalifah. Maka tidak mengherankan
jika sejarah mencatat bahwa perpustakaan umat Islam pada waktu itu sangatlah
besar dan baik di dunia. Diantaranya, perpustakaan Bagdad, Kardova. Isybiliah,
Gharnathah, Kairo, Damaskus, Tarabulus, Madinah dan Al-Quds.
Namun
kini umat Islam mengalami berbagai kemunduran dalam aktivitas membaca.
Terutama membaca dalam pengertian yang berkualitas yang menghasilkan ilmu,
menghasilkan keterampilan khusus dan meraih pengetahuan yang tinggi. Membaca
sekedar memenuhi fungsi hobi rekreasi dan hiburan. Membaca bukan lagi
kebutuhan mendasar dan panggilan teologis sebagaimana telah dipraktikkan Rasulullah
dengan menebus tawanan yang mau mengajarkan umat Islam membaca.
Tidak salah jika salah seorang Yahudi sebagaimana dikutip DR
Raghib As-Sirjani dalam bukunya; Spritual Reading; hidup lebih bermakna dengan
membaca; terbitan Aqwam 2007, mengatakan bahwa “Kita orang yahudi tidak takut
dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang tidak membaca”.
Implikasinya,
umat Islam tidak lagi menjadi kiblat pengembangan ilmu dan teknologi.
Berbagai kemajuan dan penemuan umat Islam seperti ilmu kedokteran oleh Ibnu
Sina, sosiologi –Ibnu Kaldun, filsafat Al-Farabi, al-Kindi, dllnya justru
menjadi milik dunia Barat. Umat Islam justru menjadi konsumen atau pemamah
intelektual meminjam istilah DR Syafii Maarif.
Seiring
dengan kebangkitan umat Islam abad 21 dan realitas yang ada sekarang ini,
maka tidak ada pilihan dimana umat Islam harus kembali menjadikan kegiatan
membaca sebagai panggilan teologis yang sejajar dengan kegiatan ritual
lainnya. Membaca, meneliti, mengobservasi dan mendalami berbagai teori,
paradigma dan disiplin keilmuan jauh lebih penting dari sejumlah kegiatan
ritual yang berorientasi pribadi.
Bahkan
kemunduran umat Islam dibidang keilmuan, karena segala sesuatu hanya dinisbah
kepada ritual. Contohnya ilmi falaq menjadi mandeg atau tidak berkembang
lagi, karena dianggap sudah selesai, ketika umat Islam sudah bisa menentukan
arah Kiblat dalam salat. Ilmu jiwa menjadi mandek, karena ia sudah dapat
mengantarkan orang untuk tahu akan potensi keagamaan dan penyakit kejiwaan.
Pengembangan
ilmu dalam konteks epistimologis amat sedikit dilakukan. Karena itu pula,
kenapa kajian atau studi-studi keislaman yang dilakukan di berbagai perguruan
tinggi Islam, lebih dominan menggunakan pendekatan dogmatis, ketimbang menggunakan
pendekatan ilmiah. Sebab tujuan utamanya adalah untuk menunjang agar mahasiswa
dapat beribadah dengan baik dan loyal-walaupun pasif kepada doktrin Islam.
Mestinya,
kajian atau studi keislaman lebih diarahkan perwujudan seorang agamawan dan
sekaligus seorang ilmuwan. Dengan demikian studi Islam tidak saja melulu
memakai pendekatan dogmatis atau teologis, melainkan juga diimbangi dengan
pendekatan ilmiah atau pendekatan historis.
Ke
depan, selain mengembalikan membaca sebagai panggilan teologis, hal lain
yang mendesak dilakukan adalah bagaimana membangun suasana dan budaya baca
terutama di kalangan keluarga. Setiap keluarga hendaknya memiliki perpustakaan
di rumahnya dan aktivitas membaca menjadi bagian dari kebutuhan hidup yang
sama dengan kebutuhan akan makan dan minum.
Jika
hal ini sudah terbangun, maka tugas pemerintah adalah menyediakan buku-buku
murah tapi berkualitas. Memberikan apresiasi dan bantuan bagi para aktivis
perbukuan, penulis dan komunitas baca di berbagai tempat.Jika hal ini
dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi antara berbagai departemen dan
lembaga, maka bukan mustahil budaya baca masyarakat kita akan sejajar dengan
bangsa dan negara lain. Tanpa itu dilakukan, maka kita akan terus meratap dan
menyaksikan betapa rendahnya budaya baca masyarakat kita.
Berikut
ini juga penulis sisipkan sebuah tulisan dari Indra Yadi melalui blognya yang selayknya bisa menjadi renungan dan
koreksi diri kita yang selama ini lebih sering menyalahkan pihak lain termasuk
orang-orang Yahudi akan tetapi kita lupa untuk melakukan KOREKSI DIRI.
Moshe Dayan seorang politisi dan pimpinan militer Israel berkata
“Ada 3 kelemahan muslim saat ini,
1.
Mereka
malas,
2.
Mereka
tidak mempelajari sejarahnya sendiri,
3.
Mereka
itu kaum yang spontan dan tak terencana.
Di lain waktu, Moshe Dayan berujar, “Apakah kalian pikir orang
Arab akan pernah bisa mengalahkan kalian?” Dia menjawab, “Tidak sampai mereka
terlebih dulu belajar bagaimana membuat garis lurus ketika naik bus.”
(maksudnya berbaris rapi dan naik bus satu per satu, tidak bergerombolan dan
berebutan seperti yang umumnya kita lakukan).
Setelah mengungkap rencana Zionis untuk menduduki
Palestina–dipublikasikan pertamakali lima puluh tahun sebelum Pendudukan-mantan
Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan ditanya dalam sebuah wawancara: “Apakah
Anda tidak takut orang-orang Arab akan membaca rencana Anda dan mempersiapkan
diri mereka?” Tanggapannya,”Yakinlah, orang-orang Arab adalah bangsa yang tidak
membaca, dan jika mereka membaca mereka tidak mengerti, dan jika mereka
memahami mereka tidak bertindak.”
DR
Raghib As-Sirjani dalam sebuah buku mengutip kalimat seorang Yahudi, “Kita
orang Yahudi tidak takut dengan umat Islam, karena umat Islam adalah umat yang
tidak gemar membaca”.
Marah
dikatakan seperti itu ? untuk apa, memang terbukti bahwa muslim tak suka
membaca.
Bagaimana
dengan negeri kita Indonesia ? ya, lebih kurang sama. negeri yang mayoritasnya
beragama islam dan jumlahnya terbesar di dunia, dengan kata lain kaum yang
tidak gemar membaca sebagian besar ada disini. Bermukim ditengah – tengah kita,
atau mungkin penulis sendiri.
Terbukti,
bahwa masyarakat indonesia atau kalau boleh disebut muslim indonesia adalam
kaum yang tak suka membaca!
Inilah beberapa faktanya.
Pertama,
Survei prestasi membaca anak indonesia dalam Progress of International Reading
Literacy Study 2011 menempati peringkar 42 dari 45 negara.
Kedua, beradarkan rilis dari
beritamaluku.com
- Indeks kegemaran membaca orang pribumi hanya 0.001. Artinya, dari seribu penduduk Indonesia hanya satu orang yang gemar membaca. Bandingkan dengan Singapura, ada 45 orang gemar membaca dari jumlah survei 100 orang.
- Waktu membaca per hari di USA dan Jepang, rata – rata jumlahnya 8 jam. Sedangkan Indonesia, hanya 2 jam dalam sehari. Masyarakat kita habis waktunya oleh bergosip, main game bertema kekerasan dan menonton di saluran tak mendidik.
- Di Negara maju, siswa sekolah menengah wajib khatam membaca sejumlah buku. terutama karya sastra, sebelum menyelesaikan studinya. Misalnya, Perancis dan Belanda 22-23 buku per tahun, Jepang 15 buku per tahun, Malaysia 6 buku per tahun, Thailand 6 buku per tahun, Hindia Belanda(Indonesia) 25 buku per tahun.
Lantas,
dengan kondisi seburuk itu Indeks Pembangunan Manusia negeri ini berada di
posisi 117 dari 175 negara. Kabarnya, Indonesia akan menjadi kiblat muslim di
seluruh dunia! Berkah ataukah Musibah ?
JANGAN MENYALAHKAN YAHUDI
Kita
bodoh karena kita tak suka membaca, setidaknya itu yang mesti diakui. Tiada
guna mengatakan “Yahudi Musuh Islam, mereka jahat, mereka menghancurkan islam!”
Ngomong aja mah gampang, So What? lalu apa upaya muslim agar tak mudah dibodohi
dan dizalimi!!?
Syekh
Umar Tilmisani berkata “Jangan sampai kalian hanya bisa melaknat orang zalim,
tetapi pikirkanlah bagaimana menghentikan kezalimannya itu?!”
Tidak
salah, kalau mereka bisa menghancurkan umat islam. Sebab mereka dikenal suka
meahap buku, oleh karena itu jadi mengetahui sejarah islam dan peradabannya dan
itu modal besar untuk memperdaya bangsa islam. Umat islam Indonesia terlalu
banyak wacana. Sudah bodoh, omdo pula. Kita cuma bisa nyalahin orang dan
nyalahin keadaan, lupa akan koreksi diri.
REAKSINYA
HANYA BUNUH DAN BAKAR
Saat
kita banyak baca, kita akan bisa menulis dengan baik. Dengan menulis, kita bisa
melawan segala fitnah dan pembodohan dari umat dan sekte lain. Melawan dengan
cara ilmiah, bukan reaktif atau ancaman.
Ketika
kawan saya melakukkan penelitian untuk tesisnya tentang penerbitan buku, Da
Vinci Code di Indonesia. Awalnya khawatir akan menyinggung rasa keragaman
katholik, ternyata
penerbit
memandang umat ini jauh lebih demokratis, terbuka, dan tak bertindak kekerasan
dibanding kalangan Islam. Biasanya, bila ada kritik, mereka menanggapinya
secara kritis pula. Ini terbukti dengan terbitnya banyak buku dan digelarnya
forum-forum diskusi untuk mengkritisi atau mengiringi karya Dan Brown tersebut.
Demikian hasil diskusi informal penerbit tersebut dengan anggota Indonesian
Conference, Religion, and Peace (ICRP) dari kalangan Kristen/Katolik.
“Menurut
mereka, umat Kristen itu tidak seperti Islam. Mereka tidak frontal. Biasanya
mereka akan menjawab (buku) dengan buku.”
Oh,
Tuhan. Betapa sudah tak anggun umat ini di mata umat lain. Beringasan, tidak
punya tradisi menulis dan membaca. Penulis iri dengan umat yang membalas buku
dengan buku, bukan dengan ancaman dan pembakaran. Mereka dengan tenang
menanggapi semua itu dan mereka tahu tulisan akan lebih abadi dan akan membuka
pemahaman dibanding sikap beringas yang kampungan.
HIJRAH
DENGAN MEMBACA
Marilah
kita buat perubahan islam dengan jadi umat yang lebih berwawasan dan
berperadaban dalamuslim sikap dan pemikiran. HIJRAH DENGAN MEMBACA, setidaknya
itulah hal mudah yang saat ini bisa dilakukkan. Hal remeh temeh namun,
berdampak berarti bagi suatu bangsa. MEMBACA, memangnya mau apa ? jihad ke
Palestina, jihad ke Mesir !? Malah mati konyol lo!!
Rasulullah
SAW menyuruh umatnya untuk IQRA, bukan dengan BUNUH, HANCURKAN dan BAKAR.
Membaca adalah bukti kecintaan kita kepada tuhan dan rasul Nya, itulah perintah
pertama untuk jadi umat yang beradab dan maju. Aneh rasanya, jika umat islam
dapat perintah IQRA tetapi umat lain yang melaksanakannya. Maka dari itu,
jangan menyalahkan muslim tak suka baca. saat ini, diinjak dan dijadikan keset
oleh umat beragama lain hobi melahap bacaan.
Jika
dalam membaca tulisan ini anda masih juga marah, dan menghujat, serta
menyalahkan orang lain dan tidak mau koreksi diri kita sendiri, maka
sesungguhnya itu menunjukan tentang seperti apa Pribadi kita. Silahkan anda
bagikan tulisan ini untuk membangkitkan semangat umat muslim untuk rajin
MEMBACA dan MEMBACA mulai detik ini juga!.
Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. Al Mujaadilah : 11Allah swt telah menciptakan alam semesta beserta isinya sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah. Dan manusia sebagai khalifah diperintahkan oleh Allah swt untuk memperhatikan dan mempelajari segala tanda-tanda kekuasaanNya tersebut. Dan untuk dapat mewujudkannya, Allah swt telah memerintahkan manusia terlebih dahulu untuk dapat membaca. Sebab, Allah swt telah menurunkan Al Quran sebagai petunjuk yang dapat dibaca oleh seluruh hambaNya.
Membaca Adalah Perintah Allah yang Pertama
Menurut Bahasa Al Quran berasal dari kata qara’ yang artinya membaca, atau bacaan, sehingga Al Quran adalah kalam Allah swt yang diturunkan dengan kewajiban membacanya bagi hamba-hambaNya. Dan ini dikuatkan dengan perintah Allah swt yang diturunkan, yaitu surah Al ‘Alaq ayat 1-5 yang merupakan surah pertama, adalah perintah membaca.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq :1-5)
Ayat di atas menunjukkan bagaimana Allah swt telah mengutamakan kewajiban membaca bagi hamba-hambaNya. Karena dengan membaca setiap manusia dapat memahami dan mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya. Dan dengan membaca seseorang dapat memperoleh informasi dari orang lain.
Memahami Al Quran Dengan Membaca
Al Quran diturunkan Allah swt dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang tersirat di dalamnya. Ilmu dan pengetahuan ini telah terbukti secara sains di masa sekarang. Dan hal ini tidak akan dapat kita pahami jika kita tidak memiliki kemampuan untuk membacanya.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman sekarang telah menggiring manusia pada penemuan-penemuan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Seperti penemuan sidik jari, sehingga ini akan dapat menjadi barang bukti yang kuat untuk menangkap seorang penjahat, tanpa perlu adanya pengakuan langsung terlebih dahulu dari penjahat tersebut.
Karena itulah tidak mustahil bagi Allah untuk mengetahui perbuatan manusia yang dilakukan mereka selama mereka hidup di dunia. Hal ini sebagaimana firman Allah swt,
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin : 65)
Derajat Lebih Tinggi Bagi Yang Berilmu
Maha Benar Allah dengan segala firmanNya. Dalam QS Al Mujaadilah ayat 11 di atas, Allah telah menjanjikan bahwa Dia akan meninggikan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah benar-benar telah meninggikan derajat hamba-hambaNya yang melaksanakan perintah membaca, sehingga dengan itu mereka memiliki pengetahuan yang lebih.
Kita dapat melihat bagaimana sejarah Islam terdahulu. Begitu banyaknya ilmuwan Islam dalam berbagai bidang pengetahuan, baik itu ilmu kedokteran, ilmu matematika dan sebagainya. Sebagai contoh, Al Khawarizmy melalui karyanya yang monumental, “Aljabar”. Dan pelajar-pelajar di Cordova, mempelajarinya dan mengenal Al Khawawrizmy dengan sebutan Algoritma.
Kegemilangan Islam di masa dahulu diperoleh dengan adanya kegemaran membaca dan mempelajari ilmu dan pengetahuan yang ada di alam semesta sebagai ciptaan Allah swt. Namun kegemaran membaca pada saat sekarang ini malah dimiliki oleh orang-orang non muslim seperti bangsa Jepang. Hingga tidak heran jika Allah swt telah meninggikan beberapa derajat bangsa Jepang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki.
Penutup
Dengan membaca, sebagai perwujudan pelaksanaan perintah Allah swt, kaum muslimin dapat meningkatkan ilmu pengetahuan sehingga dengannya Allah swt akan meninggikannya beberapa derajat. Allah swt juga telah memerintahkan manusia untuk memperhatikan ciptaan Allah swt dan mempelajarinya hingga bermanfaat bagi kehidupan di dunia.
Wallahu a’lam bish showab
Menumbuhkan Minat Baca
Membaca merupakan
salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Selain
itu, membaca juga merupakan masalah yang penting dalam dunia ilmu pengetahuan,
sebab membaca merupakan salah satu cara bagi individu dalam menyumbangkan
pengetahuannya.
Bertambahnya
pengetahuan dan perkembangan ilmu bagi seseorang didapat dari membaca.
Berkenaan dengan hal tersebut, apabila kegiatan membaca kita kaitkan dengan
kondisi masyarakat Indonesia yang pada umumnya ialah masyarakat yang bisa
dibilang masyarakat dengan kondisi tingkat membaca yang masih rendah.
Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama pelajar belum
menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan yang mendasar. Padahal membaca
sangat perlu.
Dengan membaca
seseorang dapat memperluas wawasan dan pandangannya, dapat menambah dan
membentuk sikap hidup yang baik, sebagai hiburan serta menambah ilmu
pengetahuan. Adapun pepatah yang mengatakan bahwa “membaca membuka cakrawala
dunia, perpustakaan adalah kuncinya”.
Artinya dengan
membaca segala pengetahuan akan kita ketahui dann pahami dan melalui
perpustakaanlah sumber ilmu pengetahuan sepanjang masa disimpan dan tak akan
pernah punah karena disanalah tempat sumber ilmu (buku) berada.
Menyambung
peryataan di atas yang menyatakan bahwa membaca belum dijadikan sebagai
kebutuhan yang mendasar, maka terlihat jelas bahwa sikap yang dimiliki oleh
pelajar masih belum mempunyai keinginan atau minat membaca yang tinggi.
Padahal membaca
merupakan salah satu faktor penting yang akan membantu anak untuk segera siap
membaca. Minat membaca berpengaruh besar terhadap kesuksesan anak sehingga
perlu ditanamkan sejak dini.
Seperti apa kata
Burke Hedges “Jika ingin sukses, Anda harus melakukan apa yang orang-orang
sukses lakukan. Dan hal yang dilakukan orang sukses ialah membaca dan menjadi
kaya”.
“Membaca
menyibak cakrawala. Dengan membaca, seseorang tidak saja tercelik dan jadi
semakin bijak. Akan tetapi, juga dapat
memetik hikmah dan manfaat
berbagai referensi”
Membaca
merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat aktif reseptif.
Media yang digunakan dalam membaca berupa media bahasa tulis. Membaca memegang
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi kalangan pelajar.
Membaca adalah
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, baik mengeja atau melafalkan
apa yang tertulis (KBBI, 2002:83). Membaca merupakan suatu proses menangkap
atau memperoleh konsep-konsep yang dimaksud oleh pengarangnya,
menginterpretasi, mengevaluasi konsep-konsep pengarang dan merefleksikan atau
bertindak seperti yang dimaksud dalam konsep itu (Susanto, 2013).
Sementara itu
menurut Bram dan Dickey (dalam Darmono, 2007:215) menyatakan bahwa membaca
adalah kegiatan yang dilakukan berupa penerjemahan simbol atau huruf ke dalam
kata dan kalimat yang memiliki makna bagi seseorang.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat diambil simpulan bahwa membaca merupakan kegiatan yang
bersifat aktif reseptif dengan cara memahami setiap isi dari apa yang tertulis
dengan saksama.
Minat sering
diartikan sebagai “interest”. Minat bisa dikelompokkan sebagai sikap (attitude)
yang memiliki kecenderungan tertentu. Minat tidak bisa dikelompokkan sebagai
pembawaan, tetapi sifatnya bisa diusahakan, dipelajari, dan dikembangkan.
Arthur J. Jones
(dalam Supriyadi, 1986:73) menerangkan bahwa minat adalah perasaan suka (like)
yang berhubungan dengan suatu reaksi terhadap sesuatu yang khusus atau situasi
tertentu. Semenatra itu Crow and Crow (Supriyadi, 1986:74) menjelaskan
bahwa minat menunjukkan kekuatan motivasi yang menyebabkan individu memberikan
perhatian kepada orang, benda, atau kegiatan.
Dari beberapa
pendapat di atas, sekiranya dapat diambil simpulan bahwa minat merupakan suatu
dorongan atau keinginan apada seseorang untuk /menjadi merasa tertarik pada
sesuatu yang ia sukai.
Sementara itu,
minat baca merupakan dorongan yang kuat pada seseorang untuk membaca yang
ditandai dengan menunjukkan ketertarikan pada berbagai lambang dan simbol.
Darmono
(2007:214) menyatakan bahwa minat baca merupakan kecenderungan jiwa yang
mendorong seseorang berbuat sesuatu terhadap membaca. Minat baca ditunjukkan
dengan keinginan yang kuat untuk melakukan kegiatan membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar